Biografi Rollo May: Teori Psikologi Eksistensial

Teori eksistensial ini mulai muncul dan berkembang setelah perang dunia ke-2. Berikut biografi Rollo May, Teori Psikologi Eksistensial.

Tokoh4226 Views

Logos Indonesia Teori eksistensial ini mulai muncul dan berkembang setelah perang dunia ke-2. Pada saat itu karya Soren Kierkagaard (1813-1855, merupakan filsuf dan teolog Denmark) yang menjadi landasan dari teori Rollo May yang kita kenal sampai saat ini. Selama hidupnya, hampir 50 tahun May menjadi pembicara psikolog eksistensial yang ternama di Amerika Serikat. Hal ini karena tulisan May yang selalu tajam dan mendalam dalam menganalisis kondisi manusia.

Selama menjadi terapis, May menyadari sudut pandang baru mengenai manusia. Bahwa cara kita untuk memahami manusia adalah tidak didasarkan oleh penelitian ilmiah ataupun teori yang terbentuk melainkan dari pengalaman klinis yang otentik tiap individu. My melihat bahwa pengalaman masa kini yang lebih penting dibandingkan melihat masa lalu seseorang.

Dalam teori May tentang eksistensial bahwa manusia yang tidak sehat secara psikologis adalah seorang yang tidak mempunyai cukup keberanian dalam menghadapi takdir mereka. Mereka cenderung untuk melarikan diri dari tanggung jawab sebagai individu yang dapat memilih takdir. Mereka melepaskan kebebasan mereka untuk memilih takdir mereka sendiri dengan tidak membuat keputusan atau pilihan terhadap diri mereka. Mereka cenderung mengembangkan sikap meremehkan dan terasingkan.

Sedangkan orang yang sehat secara psikologis menurut teori May adalah seorang yang mampu menghadapi takdirnya sendiri. Ia dapat mensyukuri atas pilihan hidupnya, jujur dan berinteraksi dengan orang lain sewajarnya. Mereka menyadari bahwa kematian tidak dapat dihindari dan berani membuat keputusan untuk takdir mereka sendiri. Berikut ini adalah biografi dari Rollo May.

Rollo May.

Masa Kanak-kanak Rollo May

May memiliki nama lengkap, Rollo Reese May. May lahir pada tanggal 21 April 1909 di Ada, Ohio. Ia merupakan anak laki-laki pertama dari enam bersaudara. Kedua orang tuanya tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Single pemahaman terkait kesehatan mental sangat rendah. Bahkan ayahnya menyalakan terlalu banyaknya pendidikan sebagai akibat penyakit mental yang dialami oleh saudaranya.

Ayahnya bekerja sebagai sekretaris dari Young Men’s Christian Association yang selalu berpergian dinas. Sedangkan ibunya tidak memperdulikan anak-anaknya dan lebih memilih untuk pergi merawat dirinya sendiri. Bagi ibunya, May dan saudara kandungnya merupakan kucing liar.

Kehidupan masa kanak-kanak May tidak dekat dengan kedua orang tuanya. Karena kedua orang tuanya sering beradu argumen, hingga akhirnya bercerai. Selama masa kanak-kanak, may lebih memilih untuk menyendiri di sungai St. Chair’s setiap kali orang tuanya berargumen. Menurut May tempat tersebut merupakan tempat yang tenang dan nyaman. Ia bisa bermain untuk berenang di musim panas dan dapat berseluncur es ketika musim dingin. Bahkan menurutnya, sungai St. Chair ini memiliki banyak pembelajaran yang tidak dapat ditemui di sekolah.

Masa Remaja – Masa Dewasa Rollo May

May memiliki minat yang besar pada seni dan sastra. Setelah lulus dari pendidikannya, Iya memilih untuk berkelana menjadi seorang seniman melukis dan mempelajari seni lokal. Namun semakin lama ia merasa kesepian. Akhirnya ia memilih untuk bekerja sebagai guru. Namun semakin ia bekerja keras sebagai guru, semakin Iya merasa tidak baik. Mai merasa nervous breakdown, yaitu ketika aturan, prinsip, nilai yang biasa dilakukannya dalam bekerja mendadak tidak berarti. Ia selalu merasa kelelahan saat mengajar. Ia tahu bahwa ini ada yang salah dengan cara hidupnya.

Pada tahun 1932, May mengikuti seminar musim panas Alfred Adler di Eropa. Ia mengagumi pandangan Adler mengenai teori perilaku manusia.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Alfred Adler: Karir & Pemikirannya.

Pada tahun 1933, May bergabung dalam seminar Union Theological di New York. Tujuan May untuk mengikuti seminar ini adalah untuk bertanya mengenai sifat alamiah dari manusia bukan menjadi pastor. Tak disangka, pada tahun 1938 ia ditunjuk untuk menjadi pastor Congregational. Selama di seminar tersebut, May bertemu dengan Paul Tillich, seorang filsuf dan teolog ekstensial. May mulai belajar mengenai filsafat dari Tillich. Dari sana mereka berteman lama hingga 30 tahun ke depan. Namun setelah 2 tahun menjadi pastor, May tidak memiliki minat lagi untuk menjadi pastor. Akhirnya ia keluar dan mengejar minatnya di psikologi.

Mengejar Minatnya Dalam Ilmu Psikologi

Setelah May berhenti menjadi pastor. Ia mulai belajar psikoanalisis di William Allanson White Institute of Psychiarty, Psychoanalysis, and Psychology. Selama berkuliah di sana, May bertemu dengan Harry Stack sulivan, pendiri institut tempat ia belajar psikoanalisis dan bertemu dengan Erich fromm, sebagai anggota akademis di institut tersebut. Selama berkuliah ia juga bekerja sebagai konselor di City College of New York.

Pada tahun 1946, my mendirikan praktiknya sendiri. Dua tahun setelahnya, May bergabung dengan akademisi di William Alanson White Institute. Pada tahun 1949, Saat usianya berusia 40 tahun, Mei mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang psikologi klinis di Colombia University. Setelah mendapatkan gelar dokter, May bekerja sebagai asisten psikiatri di William Alanson White Institute.

Teori Eksistensial Rollo May

Di awal usia 30 tahun, May memiliki pengalaman yang mengubah pandangan teorinya. Ketika ia mengidap tuberkulosis selama 3 tahun, perasaan rasa tidak berdaya mulai muncul. Bahkan pikiran akan kematian mulai muncul. May menyadari sifat alamiah dari penyakitnya. Bahwa pasien yang menerima penyakitnya cenderung meninggal lebih cepat.

Sedangkan pasien yang berjuang terhadap kondisinya cenderung lebih mampu bertahan hidup. Ia menyadari bahwa kesembuhannya ini merupakan proses aktif bukan pasif.

Selama proses pemulihannya, May lebih sering menulis buku. Karya yang paling terkenalnya yaitu “Love And Will” (1969). Banyak sekali karya karyanya mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari berbagai institute psikologi.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Freud: Bapak Psikoanalisis.

Artikel oleh: Logos Indonesia.