Gangguan Somatoform, Merasa Memiliki Penyakit Fisik, Namun Tidak Terdeteksi Secara Medis

Gangguan Somatoform, merasa memiliki penyakit fisik, namun tidak terdeteksi secara medis, yaitu gangguan nyeri dan Hipokondriasis.

Klinis3732 Views

Logos Indonesia Pernahkah kamu mendengar cerita seseorang yang mengeluh sakit fisik, namun ketika diperiksa oleh dokter tidak memiliki penyakit apapun? Dalam dunia psikologis, hal ini dapat saja terjadi ketika seseorang mengalami tekanan stres. Nama penyakit tersebut dinamakan somatoform. Kadang kala, si penderita gangguan somatoform ini mengeluh penyakitnya secara dramatis. Artinya, mereka bereaksi secara berlebihan pada gejala penyakit fisik yang mereka rasakan.

Baca Artikel Kami Lainnya: Defense Mechanism Dari Sigmund Freud.

Dalam memahami gangguan somatoform ini, kita tidak bisa menggunakan ilmu medis kedokteran. Melainkan melihat suatu penyakit tersebut dari kacamata psikologis si pasien. Karena Penyakit ini tidak dapat dijelaskan secara fisiologis, maka faktor pemicu stres bisa menjadi penjelasan dari penyakit tersebut. Hampir sebagian besar penyakit somatoform ini, tidak disadari oleh si penderitanya. Karena gejala fisik yang dirasakan berasal dari alam bawah sadar mereka untuk mengatasi atau menghindari dari peristiwa faktor pemicu stres.

Gangguan somatoform memiliki banyak jenis, yaitu gangguan nyeri, gangguan dismorfik tubuh, hipokondriasis, gangguan konversi dan gangguan somatisasi. Namun dalam artikel ini, kita hanya akan membahas mengenai gangguan somatoform yaitu gangguan nyeri dan gangguan hipokondriasis saja.

Apa Itu Gangguan Somatoform?

Somatoform.
Somatoform.

 

Berdasarkan dari namanya, “Soma” berarti “tubuh”. Sehingga, sama tofu merupakan gangguan psikologis yang memiliki gejala fisiologis pada tubuh si penderitanya. Mereka yang memiliki gangguan psikologis seperti stres, akan memunculkan gejala fisik seperti merasa memiliki penyakit fisik pada umumnya. Karena itu, Mereka cenderung mengatakan bahwa tubuhnya merasa nyeri, atau mengaku mengalami gejala seperti penyakit kronis secara medis. Namun ketika dicek oleh dokter, kondisi tubuh mereka sehat-sehat saja.

Kebingungan ini membuat mereka tidak percaya pada dokter tersebut. Sehingga, mereka yang memiliki gangguan somatoform akan melakukan pengecekan ke dokter lainnya sebagai respon dari ketidakpercayaan pada hasil dokter sebelumnya. Namun, hasilnya tetap sama.

Baca Artikel Kami Lainnya: Cara Menjadi Pendengar Aktif Yang Baik Dan Benar.

Pada masyarakat Indonesia saat ini, ketika dihadapkan pada si penderita gangguan somatoform. Pandangan mereka cenderung memandang hal mistis, seperti santet dan ilmu pendukunan lainnya. Namun secara sisi psikologis dapat dijelaskan melalui gangguan somatoform ini.

Terdapat hubungan antara stres dan kecemasan dengan gejala fisiologis yang diderita pada gangguan somatoform. Perlu diingat bahwa, tidak setiap orang yang mengalami stres atau kecemasan pasti mengalami gangguan somatoform. Namun, yang pasti adalah gangguan somatoform merupakan penyebab dari tekanan stres dan kecemasan yang berlebih.

Gangguan Nyeri

Rasa nyeri pada badan.
Rasa nyeri pada badan.

Gangguan nyeri terjadi ketika seseorang merasa nyeri akibat dari faktor psikologis yang ia alami saat itu. Artinya akibat faktor stres, seseorang merasa nyeri pada tubuhnya. Karena itu, faktor psikologis seperti Stres ini memiliki peran penting dalam memunculkan rasa nyeri dalam jangka waktu lama ataupun tingkat keparahannya. Rasa nyeri ini, juga bisa muncul pada waktu tertentu saja sebagai respon dari individu untuk menghindari aktivitas yang tidak menyenangkan.

Ketika dicek oleh dokter juga sulit ditegakkan diagnosis terhadap rasa nyeri tersebut. Hal ini Karena rasa nyeri tersebut bersifat subjektif. Seorang yang nyeri akibat stres, tidak mampu mengidentifikasi titik rasa sakit yang dirasakan. Sedangkan seseorang yang merasa nyeri fisik dilandasi faktor medis, mereka mampu menjelaskan sejarah spesifik rasa nyeri tersebut.

Hipokondriasis

Paranoid pada sensasi tubuh.
Paranoid pada sensasi fisik.

Hipokodriasis adalah ketakutan pada penyakit kronis. Seseorang yang mengalami hipokodriasis memiliki ketakutan yang berlebih saat mengalami gejala fisik tertentu. Gejala fisik yang mereka rasakan tersebut direspon secara berlebihan oleh mereka. Bahwa gejala tersebut merupakan tanda terjadinya penyakit kronis. Namun secara kenyataannya, gejala fisik yang mereka rasakan belum tentu mengarah ke penyakit yang kronis. Mungkin saja gejala fisik yang mereka rasakan adalah penyakit yang ringan dan sering dirasakan oleh kebanyakan orang. Kekhawatiran secara berlebihan ini memicu sikap paranoid yang tidak seharusnya terjadi.

Gangguan hipokondriasis ini lebih sering muncul pada masa dewasa awal. Fakta yang mengejutkan adalah seseorang yang mengalami gangguan hipokondriasis ini lebih sering berdekatan dengan rutinitas layanan kesehatan. Pandangan mengenai dokter yang tidak kompeten dalam memberikan diagnosis dan ketidakpedulian pada gejala fisik yang dialaminya memicu terjadinya gangguan hipokondriasis.

Baca Artikel Kami Lainnya: Asosiasi Bebas, Teknik Terapi Psikoanalisis.

Secara teori dapat dijelaskan bahwa mereka yang mengalami hipokondriasis bereaksi berlebihan terhadap sensasi fisik biasa dan abnormalitas minor. Sensasi fisik itu berupa denyut jantung yang tidak teratur, keringat dingin, batuk yang tidak henti, rasa sakit di bagian tertentu, sakit perut, dan sensasi fisik pada umumnya. Pada kondisi sensasi fisik seperti denyut jantung yang berdetak lebih kencang dan tidak teratur. Mereka yang mengalami gangguan hipokondriasis mengaku bahwa sensasi tersebut kemungkinan memiliki gejala penyakit jantung. Sedangkan seseorang yang tidak mengalami gangguan hipokodiasis tidak akan berpikiran mengenai penyakit jantung itu.

Selain itu, bagi penderita hipokondriasis memberikan interpretasi yang berlebih pada titik kemerahan di kulit sebagai tanda penyakit kanker kulit. Pandangan paranoid ini memicu terjadinya kecemasan yang berlebih mengenai kemungkinan-kemungkinan penyakit kronis yang akan dialaminya pada sensasi fisik biasa tersebut.

Karena memicu adanya rasa cemas dan emosi yang berlebihan. Maka penderita hipokondesis cenderung mengalami gangguan kecemasan dan mood juga. Beberapa peneliti menemukan bahwa, penderita dari gangguan hipokondriasis ini merupakan gangguan yang terjadi karena gangguan lainnya seperti gangguan kecemasan dan mood.

Artikel oleh: Logos Indonesia.

Comment