Logos Indonesia – Siapa sih yang tidak mau dikenal sebagai orang yang produktif? Produktivitas menjadi salah satu hal yang penting di kehidupan kita, terutama bagi kita yang sedang berada di usia produktif. Namun, pernah tidak sih kamu merasa seperti tidak pernah cukup produktif, meskipun kamu udah berusaha keras bekerja? Jika iya, bisa jadi kamu tengah mengalami apa yang disebut dengan “productivity dysmorphia”. Nah, biar tidak bingung, yuk, kita coba pelajari pengertian dari productivity dysmorphia. Kemudian tanda-tanda seseorang mungkin mengalaminya.
Pengertian Productivity Dysmorphia
Jadi, productivity dysmorphia itu sendiri adalah sebuah kondisi ketika seseorang merasa dirinya tidak produktif, tidak berarti, atau tidak cukup baik dalam hal produktivitas. Padahal kenyataannya tidak begitu. Maksudnya gimana sih? Sebagai gambaran, misalkan kamu baru aja menyelesaikan tugas kuliah atau proyek kerja dengan baik dan tepat waktu. Tapi entah kenapa, di pikiran kamu malah muncul rasa bahwa hasil kerjamu itu tidak cukup bagus. Atau kamu merasa seharusnya bisa bekerja lebih baik lagi. Itulah yang dimaksud dengan productivity dysmorphia.
Contoh Productivity Dysmorphia
Contoh Productivity Dysmorphia dalam konteks pekerjaan. Seorang karyawan di sebuah perusahaan menyelesaikan sejumlah tugas dengan kecepatan dan kualitas yang baik. Karyawan ini sering menerima pujian dari atasan. Walaupun begitu dirinya tetap merasa tidak cukup produktif. Alih-alih menikmati waktu istirahat, individu ini lebih memilih untuk bekerja lebih keras dan lebih lama dalam mencapai hasil yang lebih baik. Meskipun keadaan sebenarnya tidak memerlukan hal tersebut.
Contoh lainnya Productivity Dysmorphia dalam konteks akademik. Seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi. Dirinya berhasil meraih prestasi yang baik. Namun, mahasiswa tersebut terus-menerus membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Sehingga merasa kurang produktif. Kondisi ini membuat individu tersebut terobsesi untuk meningkatkan produktivitasnya. yayng pada akhirnya menyebabkan stres menyeluruh.
Kedua contoh di atas menunjukkan situasi di mana individu mengalami productivity dysmorphia. Meskipun mereka bekerja keras dan mencapai banyak hal. Tetapi mereka tetap merasa tidak cukup produktif. Mereka cenderung menilai diri mereka secara negatif. Kondisi tersebut dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang.
Apakah Productivity Dysmorphia Wajar Dialami Banyak Orang?
Productivity Dysmorphia dapat dialami oleh siapa saja. Terutama orang dengan ciri-ciri workaholic atau mereka yang sangat terjebak dalam Budaya Hustle. Kondisi ini cukup umum terjadi di tengah budaya kerja yang sangat menekankan pada produktivitas.
Namun, kamu juga harus memahami bahwa Productivity Dysmorphia bukanlah kondisi yang dianggap ‘normal’ atau ‘sehat’. Ini adalah gambaran dari tekanan dan harapan yang tidak sehat terhadap produktivitas.
Tanda-Tanda Kamu Mengalami Productivity Dysmorphia
Lalu, gimana sih cara mengetahui kalau kita mengalami productivity dysmorphia? Berikut beberapa tanda yang mungkin bisa kamu waspadai.
- Kamu Selalu Merasa Tidak Cukup Produktif. Ini merupakan tanda yang paling khas dari Productivity Dysmorphia. Kamu selalu merasa bahwa waktu 24 jam sehari itu kurang untuk menyelesaikan semua tugas dan pekerjaanmu. Padahal, kenyataannya kamu sudah melakukan cukup banyak pekerjaan dalam sehari. Kamu cenderung mengabaikan pencapaianmu dan hanya fokus pada apa yang belum selesai.
- Kamu Terus Menerus Menyibukkan Diri. Kamu merasa tidak tenang kalau tidak sedang sibuk bekerja atau mengerjakan sesuatu. Sepertinya selalu ada saja hal yang perlu kamu kerjakan. datn hal ini membuatmu sulit untuk rileks atau menikmati waktu luang. Kamu merasa tidak produktif jika tidak ada tugas yang harus diselesaikan.
- Kamu Sering Melebih-lebihkan Tugas. Kamu cenderung melebih-lebihkan tingkat kesulitan tugas. Kamu merasa harus bekerja lebih keras dan lebih lama daripada yang sebenarnya di perlu. Misalnya, seharusnya sebuah tugas bisa diselesaikan dalam tiga jam. Tapi kamu malah menghabiskan lima jam. Hal ini karena kamu berusaha untuk memastikan semuanya sempurna. Akibatnya kamu terjebak dalam siklus bekerja tanpa henti dan kurang merasa puas dengan hasil kerjamu.
- Kamu Menunda-nunda Waktu Istirahat. Kamu merasa sulit memutuskan untuk berhenti bekerja dan beristirahat. Padahal tubuh dan pikiranmu sudah menunjukkan tanda-tanda butuh istirahat. Seperti mudah lelah atau sulit konsentrasi. Kamu merasa bersalah atau tidak produktif ketika mengambil waktu istirahat. Sehingga terus terjaga oleh perasaan harus terus produktif.
- Kamu Selalu Membandingkan Dirimu dengan Orang Lain. Kamu sering membandingkan tingkat produktivitasmu dengan teman atau kolega. Kamu merasa produktivitasmu kalah dibandingkan dengan mereka. Padahal, produktivitas seseorang tidak bisa langsung dibandingkan begitu saja. Karena setiap orang punya ritme dan cara kerja masing-masing. Membandingkan diri dengan orang lain hanya meningkatkan tekanan dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.
Baca Artikel Kami Lainnya: Inilah 6 Tanda Kamu Memiliki Produktivitas Yang Baik
Nah, itu tadi beberapa tanda kalau kamu mungkin mengalami productivity dysmorphia, teman-teman. Jika kamu merasa beberapa atau semua tanda di atas pernah kamu rasakan, mungkin ini saatnya kamu mulai belajar untuk lebih menghargai usaha dan kerja kerasmu sendiri. Ingat, produktivitas itu penting, tapi bukan segalanya. Yang utama itu tetap kesehatan diri kita. Baik secara fisik maupun mental. So, tetap semangat, ya!
Baca Artikel Kami Lainnya: Cara Menghentikan Productivity Anxiety agar Tetap Produktif yang Bahagia
Artikel oleh: Logos Indonesia.