Logos Indonesia – Kadangkala kita berfokus pada IQ sebagai faktor utama dalam kesuksesan seseorang. Namun hanya memiliki IQ yang tinggi saja tidak cukup untuk meraih kesuksesan dalam hal apapun.
Perlunya kecerdasan emosional untuk menunjang tingginya IQ seseorang untuk meraih kesuksesan. Bersikap egois tidak akan membuat orang lain mampu menghargai dirimu dan mau membantu dirimu meraih kesuksesan. Karena itu, kita perlu memahami dan menghormati orang lain untuk bisa saling bekerja sama meraih kesuksesan bersama-sama.
Apa Itu Emotional Intelligence (EQ)?
Kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ), merupakan istilah yang biasa dikaitkan dengan IQ. Hal ini karena EQ, menggunakan istilah
“Quotient” yang sama terdapat di IQ (Intelligence Quotient). Quotient memilih arti matematik, yang dapat dihitung atau diukur. Sementara, istilah emosi itu sendiri tidak bisa diukur secara matematik. Berbeda dengan IQ, yang bisa diukur dengan konsep matematik.
Karena itu, istilah Emotional Quotient (EQ) akan lebih tepat menggunakan istilah Emotional Intelligence (EI). Walaupun pada Kebanyakan orang menyebutnya sebagai EQ. Tapi yang dimaksud oleh mereka adalah EI.
Menurut sejarah, teori Emosional Intelligence (EI), mulai dikembangkan oleh Gardner, Peter Salovey, John Mayer di tahun 1970 – 1980-an. Kemudian istilah tersebut kembali muncul di tahun 1995 oleh Daniel Goleman beli bukunya dengan judul, “Emosional Inteligence”. Buku yang dibuat oleh Goleman ini cukup populer pada saat itu dan teorinya masih dipelajari hingga sekarang.
Menurut Goleman, terdapat dua aspek dalam menjelaskan pengertian dari EI, yaitu pemahaman mengenai diri sendiri dan orang lain. Kedua aspek ini kemudian dibagi menjadi 5 area oleh Goleman. Berikut ini kelima area tersebut (Sarwono, 2016).
- Memahami emosi diri sendiri.
- Mengelola emosi sendiri.
- Memotivasi diri sendiri.
- Mengenali dan memahami emosi orang lain.
- Menjalin hubungan dengan orang lain dengan mengolah emosi orang lain.
Ketika kita membahas mengenai Emosional Inteligence, maka erat kaitannya dengan pengembangan diri individu maupun hubungan sosial dengan orang lain. Prinsip Emosional Inteligence lebih kepada memahami dan menilai perilaku, gaya manajemen, sikap, kemampuan interpersonal, dan potensi yang dimiliki individu (Sarwono, 2016).
Baca Artikel Kami Lainnya: Apa Itu Phone Anxiety? Di Sini Ada Tips Untuk Mengatasinya.
Setelah kita mengetahui prinsip dari Emosional Inteligence itu sendiri. Maka menjelaskan bahwa Emosional Inteligence memiliki peran penting dalam kesuksesan bisnis dalam perencanaan pengembangan karyawan, pengembangan manajemen, meningkatkan relasi dengan konsumen, memudahkan tugas customer service dan pekerjaan lainnya yang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain.
Selain itu, konsep dari emosional Intelligence juga berhubungan dengan cinta dan spiritual. Seseorang yang bekerja sepenuh hati memiliki konsep emosional Intelligence yang tinggi. Hal ini karena dalam menyelesaikan tugasnya, mereka melibatkan perasaan kasih sayang dan kemanusiaan untuk menyelesaikan tugasnya penuh tanggung jawab.
Menurut Gardner, Emosional Inteligence merupakan bagian dari teori multiple intelligence untuk menggambarkan kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Berdasarkan teori kecerdasan majemuk Gardner, Emosional Inteligence masuk ke dalam kategori kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal, yaitu kecerdasan untuk memahami diri sendiri dan orang lain.
Emosional Inteligence Mempengaruhi Kesuksesan Kita Ke Depannya
Dalam meraih kesuksesan, seseorang tidak bisa melakukan semua hal sendirian. Kita harus bisa melibatkan banyak orang dalam membangun suatu usaha atau kesuksesan lainnya. Karena itu, mampu untuk berinteraksi dengan orang lain dan menghargai orang lain menjadi kunci untuk orang lain mau bekerja sama dengan kita. Sehingga pertimbangan mengenai aspek perilaku dan karakter diri menjadi penting untuk menentukan kesuksesan seseorang.
Baca Artikel Kami Lainnya: Berpikir Kritis VS Berpikir Kreatif.
Kita sering melihat seseorang yang sangat pintar secara akademis. Namun memiliki kekurangan dalam kemampuan interpersonalnya. Perlunya kesadaran, kontrol diri, pengelolaan emosi diri, dan bantuan dari orang sekitar untuk menjadi sukses. Karena itu, EI memiliki dua aspek kecerdasan. Pertama, kita perlu memahami diri sendiri, menentukan tujuan, intensitas dalam melakukan, Respon yang tepat, berperilaku sesuai dengan situasi, dan sesuatu hal yang berkaitan dengan kontrol diri terhadap lingkungan. Kedua adalah dengan memahami orang lain, mampu merasakan emosi mereka, dan bersikap saling menghormati satu sama lain.
Coba saja kamu bayangkan, dalam menjalankan suatu usaha hanya dirimu saja yang bekerja. Sedangkan karyawan lainnya, menganggap dirimu sebagai bos yang menyebalkan. Maka seiring dengan waktu, para karyawan akan tidak merasa nyaman terhadap lingkungan pekerjaan tersebut dan memilih untuk berhenti. Pada saat itu juga, usahamu langsung menyerosot tajam hingga menuju kebangkrutan
Sarwono, Sarlito. W. (2016). Psikologi Lintas Budaya. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Artikel oleh: Logos Indonesia.