Mengenal Lebih Jauh Ketidaksadaran Kolektif Dan Arketipe Carl Jung

Mengenal lebih jauh ketidaksadaran kolektif dan arketipe Carl Jung. Arketipe yaitu bayangan leluhur yang berasal dari ketidaksadaran kolektif.

Kerpibadian, Tokoh17015 Views

Logos Indonesia – Carl Jung adalah seorang psikolog Swiss yang dikenal karena kontribusinya terhadap psikologi analitik. Salah satu konsep penting dalam psikologi analitik Jung adalah teori kepribadian, yang dipengaruhi oleh pandangannya terhadap ketidaksadaran kolektif.

Menurut Jung, kepribadian manusia terdiri dari tiga lapisan: kesadaran, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif. Kesadaran adalah bagian dari kepribadian yang kita sadari, seperti pikiran, perasaan, dan tindakan yang kita lakukan secara aktif. Ketidaksadaran pribadi adalah bagian dari kepribadian yang kita tidak sadari, seperti ingatan, emosi terpendam, dan keinginan yang belum terwujud.

Baca Artikel Kami Lainnya: Aspek dan Tipe-Tipe Wanita Menurut Carl Jung.

Sedangkan ketidaksadaran kolektif adalah lapisan bawah sadar yang berisi warisan budaya dan pengalaman manusia sepanjang sejarah, yang meliputi motif dan simbol universal yang terdapat dalam semua budaya dan agama.

Jung juga memperkenalkan konsep arketipe, yang merupakan pola perilaku, pikiran, dan emosi yang universal dan dapat diakses oleh semua manusia.

Teori kepribadian Carl Jung memiliki pengaruh yang besar dalam psikologi dan psikoterapi. Konsep-konsep seperti ketidaksadaran kolektif, fungsi kepribadian, dan arketipe terus digunakan dalam psikoterapi dan penelitian, dan telah memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang manusia dan kepribadian mereka. Mari kita bahas teori Jung mengenai ketidaksadaran kolektif dan arketipe.

Ketidaksadaran Kolektif

Ketidaksadaran kolektif merupakan salah satu konsep penting dalam psikologi analitik yang dikembangkan oleh Carl Jung. Menurut Jung, ketidaksadaran kolektif adalah lapisan bawah sadar yang berisi warisan budaya dan pengalaman manusia sepanjang sejarah, yang meliputi motif dan simbol universal yang terdapat dalam semua budaya dan agama.
Jung mengamati bahwa dalam mimpi, fantasi, dan pengalaman emosional, kita dapat mengakses ketidaksadaran kolektif.

Baca Artikel Kami Lainnya: Perkembangan Kepribadian Dari Carl Jung.

Jung percaya bahwa ketidaksadaran kolektif memainkan peran penting dalam membentuk perilaku manusia dan pengalaman psikologis mereka.
Salah satu contoh ketidaksadaran kolektif yang paling dikenal adalah arketipe.

Arketipe adalah pola perilaku, pikiran, dan emosi yang universal dan dapat diakses oleh semua manusia. Menurut Jung, ketidaksadaran kolektif dapat memengaruhi perilaku manusia secara tidak sadar. Kita mungkin mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan pola yang tidak kita sadari bahwa itu berasal dari ketidaksadaran kolektif.

Contohnya, seseorang mungkin merasa tertarik pada mitos tentang pahlawan dan merasa dorongan untuk melakukan perbuatan heroik yang sebenarnya tidak masuk akal.

Baca Artikel Kami Lainnya: Terapi Psikologis: Analisis Mimpi Menurut Carl Jung.

Jung juga percaya bahwa ketidaksadaran kolektif dapat mempengaruhi kebudayaan secara keseluruhan. Kita dapat melihat pola-pola yang sama dalam mitos, legenda, dan cerita dari budaya yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa ada arketipe yang sama yang ditemukan dalam semua kebudayaan manusia.

Dalam terapi, Jung menganggap penting untuk memahami ketidaksadaran kolektif untuk membantu klien memahami dan mengatasi masalah psikologis mereka. Dengan memahami arketipe dan pola-pola yang muncul dalam mimpi dan fantasi, klien dapat lebih memahami diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia.

Ketidaksadaran kolektif menjadi salah satu konsep penting dalam psikologi analitik dan telah banyak mempengaruhi bidang psikologi dan psikoterapi. Konsep ini juga telah digunakan dalam bidang seni, sastra, dan agama, dan terus menjadi topik penelitian dan diskusi di kalangan para ahli dan pengamat.

Arketipe

Arketipe adalah bayangan leluhur yang berasal dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe merupakan istilah untuk konsep yang lebih umum pada ketidaksadaran kolektif. Menurut Jung, arketipe berbeda dengan insting. Jika insting merupakan ketidaksadaran terkait implus fisik pada tindakan. Sedangkan arketipe lebih merujuk kepada pandangan psikis dari sebuah insting.

Arketipe memiliki landasan biologis yang dilandaskan pada pengulangan pengalaman dari para leluhur manusia. Karena itu, arketipe tidak dapat muncul sendiri. Bentuk dari arketipe dapat berupa mimpi, fantasi dan delusi. Mari kita bahas satu per satu arketipe Jung.

Persona

Persona merupakan topeng atau sisi kepribadian yang mau kamu tunjukkan kepada orang lain. Hal ini dilakukan untuk bisa diterima oleh kelompok masyarakat tersebut.

Shadow

Shadow adalah Sisi gelap kita yang tidak ingin ditampilkan kepada orang lain. Biasanya kita berusaha untuk menyembunyikan sisi negatif kita kepada orang lain, seperti sikap agresif egois, jahat dan lain-lain.

Anima

Anime adalah sisi feminim dari seorang pria, seperti rasa kasih sayang, perhatian, bersikap lembut dan lainnya. Sebagai contoh, seorang ayah yang merawat anak-anaknya.

Animus

Animus adalah Sisi maskulin pada seorang wanita. Misalkan seorang wanita yang lebih menekankan pada aspek logika yang kuat.

Great Mother

Great Mother adalah representasi arketipe dari figur feminin yang melindungi, menyayangi, dan memberikan kehidupan pada anak-anaknya.

Wise Old Man

Arketipe Wise Old Man adalah representasi arketipe dari kebijaksanaan, pengalaman, dan pengetahuan, yang sering muncul dalam bentuk orang tua atau guru yang bijaksana.

Hero

Arketipe Pahlawan adalah representasi arketipe dari keberanian, kemenangan, dan upaya untuk melampaui batasan diri dalam menghadapi tantangan yang sulit dan kompleks.

Self

Arketipe Self adalah representasi arketipe dari kesatuan dan integrasi diri, yang bertujuan mencapai keseimbangan antara bagian-bagian yang disadari dan tidak disadari dari kepribadian seseorang.

Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T. (2017). Teori kepribadian: Theories of. Personality. Buku 1, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Artikel oleh: Logos Indonesia.