Rasional vs Optimis. Haruskah Bersikap Rasional Dalam Menanggapi Semua Situasi?

Haruskah bersikap rasional dalam menanggapi semua situasi? Berpikir rasional mencegah dirimu termakan cerita tidak logis.

Kerpibadian, Sosial3609 Views

Logos Indonesia – Banyak dari kita yang beranggapan bahwa kita harus mengandalkan sikap optimis dalam menjalani hidup. Kamu mempercayai bahwa dunia ini baik untuk kamu tinggali. Bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang. Sikap optimis dalam menjalani hidup tentu saja baik untuk kamu lakukan. Namun diperlukan sikap rasionalitas juga untuk mau filter segala sesuatu yang harus kamu percaya dari dunia ini.

Realitanya, dunia seringkali menjauh dan menunjukkan banyaknya parasit di sekeliling kita. Seperti yang diungkapkan oleh hukum entropi, lebih banyak hal yang salah dari pada yang benar. Sudah sifat manusia, kita berevolusi karena seleksi alam. Kita memiliki dasar untuk balas dendam dan eksploitasi.

Baca Artikel Kami Lainnya: Apakah Kamu Mampu Berpikir Rasional? Kenali Jenis-Jenis Dan Ciri-Ciri Dari Orang Yang Berpikir Rasional.

Dengan berpikir rasional, mengedepankan kognisi, bahasa yang baik untuk bertujuan untuk kepentingan bersama. Maka hasilnya adalah kemajuan kedamaian dunia dan kebermanfaatan bersama.

Namun, ketika suatu kelompok atau masyarakat tidak mampu bersikap rasional, maka akan memicu banyak kebencian, peperangan, dan kejahatan lainnya di masyarakat. Bahkan ketidakmampuan untuk bersikap rasional mampu menyebabkan peperangan dan genosida di suatu masyarakat. Jadi bisakah kamu menjadi lebih rasional?

Mengapa Penting Berpikir Rasional?

Terdapat tiga hal yang diinginkan oleh banyak orang, yaitu menjadi sehat, kaya dan bijak. Jika kamu minta memilih, ingin hidup di zaman sekarang atau ingin hidup di zaman dahulu? maka secara langsung kamu akan menjawab di zaman sekarang karena sudah memiliki banyak kecanggihan teknologi untuk menunjang kehidupanmu saat ini. Itu merupakan sikap rasional karena menimbang keuntungan dan kekurangan hidup di zaman sekarang dengan hidup di zaman dahulu.

Jadi, seberapa rasionalkah kita ini dalam memandang dunia? Pada saat ini manusia mampu membuat robot dengan kecerdasan buatan dan segala sistem yang ada saat ini. Namun ternyata, kita juga rentan dengan menularnya pola pikir yang tidak rasional dalam suatu masyarakat. Di mana saat ini disebut sebagai ketimpangan rasionalitas.

Kadang kala kita mempersepsikan sesuatu dengan cara yang salah. Meyakini teori konspirasi dari vaksin covid saat ini, rencana bill gates yang menyuntikkan microchip untuk mengawasi kita, dan cerita-cerita yang tidak masuk akal lainnya namun dipercayai banyak orang. Kadangkala suatu kebohongan yang dibuat-buat mampu memberikan dampak yang besar bagi masyarakat.

Ketimpangan Rasionalitas

Bukankah manusia merupakan makhluk yang rasional? Tapi mengapa termakan dengan omongan yang tidak logis? Alasan mengapa kita mudah termakan oleh omongan atau cerita yang tidak logis adalah karena kita tidak mampu menjelaskan secara teoritis atau logika. Ketika kamu tidak memiliki data yang cukup untuk menjelaskan hal tidak kamu pahami. maka omongan atau cerita yang tidak logis mampu mengisi kekosongan itu. Secara tidak langsung kamu akan mempercayai pemikiran tidak logis itu.

Dan itu dapat menular satu sama lain sebagai dunia. Tidak peduli apakah hal tersebut benar atau salah. Yang terpenting saat itu adalah mampu menjelaskan fenomena tersebut.

Rasionalitas Berasal Dari Pendidikan

Cara berpikir rasional lebih banyak dipelajari ketika kita belajar di suatu institusi seperti sekolah dan perkuliahan. Kita mempelajari sesuatu hal yang ilmiah, pemahaman tentang berpikir rasional. Hal itu menciptakan sikap rasional yang kolektif setelah lulus dari suatu institusi pendidikan. Namun, rasionalitas itu menjadi tergantung pada aturan yang berlaku. Seperti, kamu harus membuktikan ketika pendapatmu benar, kamu harus menguji idemu dari serangkaian data dan aturan ilmiah lainnya. Tanpa melalui aturan yang berlaku tersebut, maka akan terjadi kesalahan rasionalitas dan kebenaran yang terlihat.

Melalui pendidikan kita mempelajari banyak ilmu pengetahuan untuk mampu menjelaskan situasi atau fenomena yang terjadi di dunia ini. sehingga kita tidak mudah termakan dengan omongan atau cerita yang tidak logis. Maka dari itu, banyak dari orang yang berpendidikan tinggi tidak mudah percaya dengan cerita yang tidak benar.

Sedangkan orang yang optimis tanpa bersikap rasional, hanya akan mempercayai begitu saja cerita yang tidak masuk akal tersebut. Karena pada dasarnya sikap optimis merupakan sikap yang selalu menemukan hal yang positif dari suatu hal.

Apakah Berpikir Rasional Bisa Ditingkatkan?

Tentu saja bisa, belajar berpikir rasional dapat ditempuh dengan jalur pendidikan. Sebagai orang tua, kamu juga bisa mengajarkan berpikir kritis sejak kecil. Namun yang dimaksudkan melalui jalur pengajaran atau pendidikan bukan pada bidang ilmu yang dipelajari, melainkan proses dari pembelajaran itu sendiri. Berpikir kritis merupakan bagian dari proses pembelajaran. Apapun bidang ilmu yang kamu pelajari saat ini, semuanya harus dipahami secara kritis menjadi suatu pemikiran yang rasional.

Jadi meningkatkan pemikiran kritis tidaklah instan. Butuh pembelajaran yang bertahun-tahun untuk bisa menggunakan prinsip berpikir kritis dalam memandang dunia.

Baca Artikel Kami Lainnya: Cara Mengatasi Diri Dari Pikiran Yang Irasional.

Sebagai contoh, ketika kamu berkuliah di bidang ilmu psikologi. Pada hari Senin terdapat ujian tertulis. Semalaman kamu belajar materi ujian tersebut. Namun setelah seminggu setelah ujian selesai. Kadangkala materi yang kamu hafalkan dan pelajari sebagian besar hilang begitu saja. Tapi proses berpikir kritis tersebut tidak hilang begitu saja. Ketika kamu mempelajari materi itu, maka kamu terus menggunakan proses berpikir kritis selama memahaminya. Dan di situlah pembelajaran dalam membentuk berpikir kritis itu. Ketika kamu pelajari ulang, maka akan mudah untuk memahaminya kembali. Karena ada pemahaman berpikir disana.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat Albert Ellis Dan Terapi REBT.

Artikel oleh: Logos Indonesia.