Bagaimana Proses Terbentuknya Resiliensi dalam Diri Kita?

Bagaimana Proses Terbentuknya Resiliensi dalam Diri Kita? Terdapat 4 tahapan utama dalam terbentuknya resiliensi dalam diri seseorang.

Kerpibadian, Tokoh2016 Views

Logos Indonesia – Siapa di antara kita yang tidak pernah merasakan jatuh? Hampir bisa kita pastikan, setiap orang pernah mengalami kegagalan. Namun, bukankah yang lebih penting adalah bagaimana kita bangkit kembali? Nah, kali ini kita akan membahas tentang resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan kita untuk pulih dan kembali bangkit dari kegagalan atau kesulitan.

Pada dasarnya, resiliensi adalah semacam mental baja. Yang dimiliki seseorang untuk terus maju meskipun dihadapkan oleh situasi yang tidak menyenangkan atau bahkan sangat sulit. Kita semua punya. Hanya saja, tingkat resiliensinya yang berbeda-beda. Nah, bagaimana sih proses terbentuknya resiliensi dalam diri kita?

Bagaimana Proses Terbentuknya Resiliensi dalam Diri Kita?

Menurut Bogar dan Killacky (2006), terdapat 4 tahapan utama dalam terbentuknya resiliensi dalam diri seseorang. Pertama adalah coping strategies, kedua adalah refocusing and moving on, ketiga adalah active healing, dan terakhir adalah achieving closure.

1.     Coping Strategies

Tahap ini adalah tahapan pertama dalam pembentukan resiliensi. Setiap orang memiliki caranya sendiri dalam merespon permasalahan. Ada yang lebih suka menyalurkan ke penulisan. Ada yang lebih suka mengekspresikannya melalui seni. Dan ada pula yang memilih untuk berdiam diri sambil merenung. Intinya, coping strategy adalah langkah awal kita untuk memproses permasalahan atau cobaan yang sedang kita hadapi.

2.     Refocusing dan Moving On

Setelah berhasil melewati tahap coping strategies. Biasanya kita akan mulai bisa melihat permasalahan yang kita hadapi dari perspektif yang lebih jernih. Tahapan ini memungkinkan kita untuk mulai merumuskan jalan keluar dan langkah selanjutnya.

3.     Active Healing

Tahap ini adalah dimana kita benar-benar mulai merasakan perubahan. Kita menjadi lebih percaya diri dan mulai membangun kemampuan diri untuk bangkit dari keterpurukan. Pada tahap ini, aktivitas-aktivitas penyembuhan. Seperti meditasi, sembahyang, olahraga, atau aktivitas serupa lainnya. Yang membuat kita merasa lebih baik dan lebih kuat biasanya mulai rutin dilakukan.

4.     Achieving Closure

Tahap ini adalah tahap akhir dari proses pembentukan resiliensi. Kita merasa bahwa kita sudah melalui proses tersebut dan siap untuk memulai babak baru dalam hidup. Kita menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru.

Contoh Dari Tahapan Dari Terbentuknya Resiliensi

Kita semua memiliki resiliensi dalam diri kita, hanya saja tingkat dan cara menunjukkannya berbeda-beda. Nah, yuk kita coba lihat proses terbentuknya resiliensi ini melalui sebuah cerita.

Sebut saja S, ia adalah seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan studinya. Namun, ia mendapatkan banyak tantangan yang harus dihadapi. Terutama ketika ia mendapatkan nilai buruk dalam matkul yang ia anggap penting untuk karirnya.

Awalnya, S merasa sangat sedih dan terpukul. Ia merasa dunianya runtuh dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, memahami keadaannya, ia memutuskan untuk mengambil jalan ‘me-time’. Ia memilih menghabiskan waktu sendirian, mendengarkan musik, dan merenung. Itulah coping strategi yang dipilih S.

Setelah beberapa waktu merenung, S mulai melihat permasalahan yang dihadapi tak seburuk yang ia bayangkan. Ia melihat ada banyak solusi dan jalur alternatif yang bisa diambil. Ia memutuskan untuk membuat rencana belajar lebih baik dan berdiskusi lebih intens dengan dosen agar nilai matkul tersebut bisa membaik. Inilah tahap Refocusing and Moving On.

Pada tahap Active Healing, S benar-benar memulai aksi. Ia mulai menjalankan rencana yang telah dibuat. Ia belajar lebih keras, memilih teman diskusi yang mampu membantunya memahami materi. Selain itu, ia juga sering berolahraga di pagi hari untuk membantu pikirannya lebih segar. Ia melakukan itu semua sebagai bagian dari penyembuhan aktifnya.

Baca Artikel Kami Lainnya: Mengapa Remaja Lebih Impulsif daripada Orang Dewasa?

Setelah melalui segala proses, S akhirnya merasa dirinya lebih baik dan lebih kuat. Ia menerima apa yang sudah terjadi dan berjanji pada diri sendiri untuk terus belajar dan bertumbuh. Ia merasa bahwa ia sudah siap untuk melepaskan masalah tersebut dan memulai hal baru. Inilah tahap dari Achieving Closure.

Seperti kisah S, kita semua bisa mengalami proses tersebut. Tingkat dan cara penyelesaiannya mungkin berbeda, namun prinsipnya sama, yaitu resiliensi. Proses pembentukan resiliensi ini memerlukan waktu, tidak ada yang instan. Jadi, jangan pernah merasa buru-buru dalam proses ini.

Jadi, ingatlah selalu bahwa kegagalan hanyalah bagian dari proses. Kita semua bisa belajar dan tumbuh dari setiap kegagalan itu.

Penutup

Sejauh ini, kita telah membahas tentang resiliensi dan bagaimana proses terbentuknya resiliensi dalam diri kita. Meski begitu, kita harus ingat bahwa setiap orang memiliki kecepatan dan waktu tersendiri dalam melewati tiap tahapan ini. Ada yang cepat, ada juga yang lambat. Jangan terburu-buru, sebab semua butuh proses. Selalu ingatlah bahwa kesulitan dan kegagalan adalah bagian dari hidup. Karena kita selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil dari setiap situasi tersebut.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kenapa Kita Sering Merasa Tidak Yakin Setelah Mengambil Keputusan?

Artikel oleh: Logos Indonesia.