Muzaver Sherif dan Eksperimen Gua Perampok

Muzaver Sherif dan Eksperimen Gua Perampok. Bahwa perbedaan tujuan kelompok mampu memberikan perasangka di antara keduanya.

Sosial, Tokoh4725 Views

Logos IndonesiaHasil dari eksperimen ini menjadi dasar dari teori psikologi sosial tentang identitas sosial dan prasangka antar kelompok. Hal ini mampu menjelaskan fenomena kerusuhan yang dilakukan suatu kelompok mampu memberikan dampak negatif yang sangat besar. Nilai-nilai dan keyakinan dalam kelompok di internalisasikan menjadi nilai-nilai yang diyakini secara personal.

Jadi ketika kamu masuk dalam suatu organisasi atau kelompok yang memiliki nilai-nilai positif bagi dirimu sendiri maupun orang di sekitarnya. Maka secara tidak langsung kamu akan menanamkan hal baik juga pada dirimu sendiri. Itu akan menjadi pengembangan diri yang positif.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kenalan Yuk Dengan Hirarki Kebutuhan Maslow.

Namun bagaimana jika kamu masuk suatu kelompok atau organisasi yang memiliki nilai-nilai yang sesat. Maka kamu akan menganggap keyakinan kelompok yang sesat sebagai keyakinan yang benar.

Siapa Itu Muzaver Sherif ?

Muzafer Sherif. Image by New Scientist.

Muzaver Sherif lahir di odemis, Turki pada tahun 1906. Muzaver Sherif meninggal di Fairbanks, Alaska Pada tahun 1988. Muzaver Sherif merupakan seorang tokoh psikologi sosial dengan salah satu teori yang terkenalnya adalah teori konflik realistis.

Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa alasan konflik antar kelompok sosial timbulnya prasangka dan diskriminasi. Hal ini karena adanya persaingan antar kelompok untuk mendapatkan sesuatu hal yang mereka sama-sama inginkan. Tentu saja hal tersebut merupakan barang atau sumber daya yang berharga bagi Kebanyakan orang.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Abraham Maslow: Teori Orang Yang Mengaktualisasi Diri.

Selain itu, Muzaver Sherif bersama dengan Carolyn Wood Sherif melakukan suatu penelitian eksperimen yang dikenal sebagai “Eksperimen Gua Perampok”. Carolyn Wood Sherif merupakan istri dari Muzaver Sherif nantinya. Mereka bertemu ketika melakukan penelitian bersama di Oklahoma.

Hipotesis dari eksperimen gua perampok adalah jika dalam dua kelompok tersebut memiliki dua tujuan yang bertentangan. Maka anggota dalam kelompok tersebut akan saling bermusuhan dengan kelompok lainnya. Hal tersebut hampir selalu terjadi, bahkan ketika semua anggota dalam kelompok tersebut adalah orang yang normal dan mudah bergaul.

Perbedaan tujuan antar kelompok ini memicu prasangka dan diskriminasi satu sama lain. Tentu saja setiap anggota angka dalam kelompok memiliki prasangka yang negatif terhadap anggota dari kelompok lain yang memiliki tujuan yang berbeda dari mereka. Karena itu membuktikan hipotesisnya, maka dilakukanlah eksperimen penelitian gua perampok. Hasil temuan dalam penelitian ini memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan psikologi sosial, khususnya terkait teori identitas sosial.

Bukti yang kuat bahwa hipotesis yang diajukan oleh Muzaver Sherif dari eksperimen gua perampok adalah terdapat pertentangan antar kelompok sosial terkait konflik kepentingan yang diperebutkan. Kontribusi lainnya yang dilakukan oleh Muzaver Sherif yaitu terdapat penelitian inovatif dengan topik komunikasi, diri, penilaian sosial, pembentukan dan perubahan sikap secara sosial.

Sehingga setelah kematian dari Muzaver Sherif, dikenal sebagai tokoh psikologi sosial yang paling signifikan. Karyanya, bahkan masih dipelajari hingga saat ini dalam bidang sosial maupun psikologi sosial.

Eksperimen Gua Perampok

Pada tahun 1954 di oklahha, Muzaver Sherif dan rekan-rekan penelitiannya melakukan percobaan terhadap 22 anak laki-laki yang berada di kelas menengah. Eksperimen ini disebut sebagai “Eksperimen Gua Perampok”. Semua anak-anak tersebut merupakan anak normal dengan kecerdasan di atas rata-rata, dan mampu menyesuaikan diri dengan baik.

Dalam melakukan eksperimen ini, Muzaver Sherif membagi 22 anak laki-laki tersebut menjadi dua kelompok sama rata. Kemudian membuat identitas tersendiri pada masing-masing kelompok. Kelompok pertama menyebut diri mereka sebagai ular berbisa. Kelompok kedua menyebut diri mereka sebagai elang. Tidak perlu lama untuk kedua kelompok tersebut membentuk suatu norma, hierarki dan semangat kelompok mereka.

Para peneliti memberitahukan bahwa mereka memiliki tugas untuk saling bersaing antar kelompok dalam serangkaian permainan. Mereka sama-sama ingin menang dalam permainan. Sehingga tidak perlu waktu lama untuk melihat adanya permusuhan antar kelompok. Semakin lama hubungan antara dua kelompok tersebut semakin buruk hingga menciptakan penilaian negatif antar kelompok.

Baca Artikel Kami Lainnya: Carolyn Wood Sherif Sebagai Tokoh Psikologi Sosial.

Kelompok ular berbisa dan kelompok elang mulai bertanding untuk bisa menang dalam permainan tersebut. Secara tidak sadar mereka saling membakar bendera kelompok lawan, berkelahi, saling melempar penghinaan, bahkan hingga merampok tempat tinggal kelompok lawan dan mencuri barang dari kelompok lawan.

Semua yang mereka lakukan merupakan tindakan negatif terhadap pihak lawan. Menurut Muzaver Sherif fenomena tersebut terjadi karena alasan yang jelas, yaitu sikap kompetitif dari kedua kelompok. Situasi di mana kedua kelompok tersebut tidak ada yang ingin mengalah menimbulkan sikap kompetitif yang semakin meningkat hingga menimbulkan situasi frustasi.

Pada situasi tersebutlah muncul prasangka prasangka buruk terhadap kelompok lawan. Terdapat yang dibuat untuk merugikan pihak lawan seperti penghinaan yang dilontarkan kepada anggota kelompok lawan. Semakin lama semakin eksplisif prasangka yang ditimbulkan.

Selain itu identitas kelompok yang ditanamkan pada setiap anggota di dalamnya semakin memunculkan perilaku diskriminasi yang ditimbulkan.

Asnawi, Ahmad. (2019). 50 Tokoh Psikologi Dunia: Gagasan Dan Pemikiran Mereka. Jawa Tengah: Desa pustaka Indonesia.

Artikel oleh: Logos Indonesia.