Penerapan Efek Garcia Pada Kehidupan Sehari-hari

Penerapan Efek Garcia pada kehidupan sehari-hari. Keengganan memakan sesuatu makanan karena telah diasosiasikan memunculkan rasa sakit.

Biopsikologi957 Views

Logos Indonesia Efek Garcia diciptakan oleh John Garcia, seorang tokoh psikologi yang berasal dari Amerika. Dari penelitian laboratoriumnya yang menguji 30 tikus yang sedang haus. Garcia dan rekan-rekannya memberikan 4 kondisi air yang memungkinkan tikus ini menjauhi air tersebut setelah meminumnya. Di mana 4 kondisi tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok tikus. Berikut ini adalah 4 kondisi air tersebut beserta Respon yang diberikan oleh tikus tersebut setelah meminumnya.

Kelompok 1, akan diberikan air terang dan berisi namun setelah meminumnya akan disetrum. Respon tikus akan menjauhi air.

Kelompok 2, akan diberikan air terang dan berisik namun menghasilkan rasa mual atau pusing setelah meminumnya. Respon tikus tidak menjauhi air.

Kelompok 3, akan diberikan air larutan sakarin, kemudian setelah meminumnya akan diberikan setruman. Respon tikus tidak menjauhi air.

Kelompok 4, akan diberikan air larutan sakarin kemudian setelah meminumnya tikus tersebut akan merasa pusing atau mual. Respon tikus menjauhi air.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat John Garcia Dan Efek Garcia.

Hasilnya menunjukkan bahwa tikus akan menjauhi air yang diberikan dalam kondisi air seperti kelompok 1 dan kelompok 4. Menurut Garcia dan Koelling menjelaskan kondisi ini berhubungan dengan faktor eksternal dan faktor internal.

Makanan atau minuman yang terlihat mencolok (eksternal), cenderung diasosiasikan oleh rasa sakit yang timbul secara langsung seperti tersetrum (eksternal). Sedangkan makanan atau minuman yang berkaitan dengan rasa seperti larutan sakarin (internal), cenderung diasosiasikan dengan perasaan sakit yang tidak langsung seperti pusing dan mual (internal). Kemudian hasil dari penelitian ini dinamakan efek Garcia yang akan kita bahas penerapan sehari-harinya dalam artikel ini.

Tentang Keengganan Rasa atau Efek Garcia

Keengganan rasa yang dikondisikan tidak memerlukan kesadaran kognitif. Ketika seseorang merasakan makanan yang tidak mengenakkan atau membuat dirinya merasa mual setelah memakannya. Tidak perlu kesadaran kognitif untuk mengidentifikasinya.

Karena tubuh langsung merefleksikan apa yang kamu rasa lihat dan cium baunya. Itu merupakan reaksi umum yang dilakukan oleh tubuh ketika berhadapan pada suatu makanan yang tidak enak ataupun mampu memberikan kondisi bahaya bagi tubuh.

Keengganan rasa atau efek Garcia ini umumnya hanya dibutuhkan satu kali percobaan. Artinya, dalam satu kali memakan atau meminum sesuatu yang memicu rasa mual atau rasa sakit mampu mengembangkan keengganan rasa yang mungkin saja permanen.

Baca Artikel Kami Lainnya: Programmed Learning: Penerapan Teori Skinner Terhadap Metode Pembelajaran Saat Ini.

Jika rasa dari makanan tersebut pernah dirasakan sebelumnya dan tidak ada efek rasa sakit atau tidak mengenakkan. Maka efek yang ditimbulkan tidak sekuat dari percobaan pertama kali mencicipinya. Efek Garcia ini menjadi kondisi yang sering digunakan untuk mempelajari rasa dan pembelajaran kepada hewan laboratorium. Namun perlu diingat bahwa keengganan dasar atau efek Garcia ini tidak hanya berkaitan dengan rasa. Tapi bisa juga berkaitan dengan aroma makanan tampilan makanan yang terlihat.

Penerapan Efek Garcia Pada Manusia

Sebenarnya tanpa kita sadari efek Persia ini sering ditemui di kehidupan sehari-hari. Misalkan saja ketika kita memakan makanan yang rasanya aneh, tidak enak, ataupun makanan yang busuk. Maka setelah memakannya, kamu akan jatuh sakit. Setelah kejadian tersebut, kamu merasa enggan untuk memakan itu lagi. Karena kamu menganggap bahwa makanan itu mampu menciptakan rasa sakit ataupun menimbulkan penyakit setelah memakannya.

Contoh lainnya adalah ketika kamu baru mencoba memakan sushi untuk pertama kalinya. Kebetulan saja Susi yang kamu makan terkontaminasi bakteri atau virus Corona penyajian makanan yang tidak steril. Setelah kamu memakan sushi. Hal yang terjadi adalah perutmu terasa sakit. Kemudian, setelah kejadian itu kamu tidak mau makan sushi lagi. Ada rasa enggan untuk memakan sushi kembali.

Contoh lainnya yang tidak berkaitan makanan adalah ketika kamu menaiki roller coaster yang menimbulkan rasa mual setelah menaikinya. Jadi setelah merasakan ketidaknyamanan setelah menaiki roller coaster. Kamu akan merasa enggan untuk menaikinya kembali.

Baca Artikel Kami Lainnya: Penerapan Sehari-Hari Dari Psikologi Warna. Warna Apa Yang Tepat Ketika Kamu Sedang Stress?

Pada kondisi seseorang yang menjalani kemoterapi. Kondisi mual setelah terapi obat adalah hal umum. Jika kamu makan ketika selesai kemoterapi. Maka mungkin saja kamu mengembangkan sikap keengganan terhadap makanan tersebut karena merasa mual saat memakannya.

Generalisasi Keengganan Rasa Pada Efek Garcia

Efek Gracia dapat memicu generalisasi pada suatu stimulus yang mirip dengan stimulus yang diyakini sebagai sumber dari keengganan rasa. Sebagai contoh ketika kamu memiliki pengalaman yang tidak mengenakan setelah memakan buah jeruk. Maka kamu mungkin akan menghindari makanan sejenis jeruk lainnya. Karena kamu mengembangkan rasa keengganan memakan buah jeruk yang mirip dengan jenis jeruk yang kamu makan. Secara tidak sadar kamu menganggap bahwa semua jenis jeruk mampu memberikan rasa sakit setelah memakannya.

Bagaimana Cara Menghilangkan Keengganan Rasa Atau Efek Garcia?

Cara yang paling umum dan efektif untuk menghilangkan rasa keengganan terhadap suatu makanan adalah dengan memakannya kembali namun tanpa memberikan efek rasa sakit ataupun rasa mual setelah memakannya. Hal ini dapat menetralkan asosiasi yang telah kamu bangun sebelumnya tentang makanan tersebut dengan rasa sakit yang diterima setelah memakannya.

Mungkin saja makanan yang kamu makan saat itu adalah makanan yang tidak steril, dalam kondisi busuk atau lainnya. Cara yang sama juga dapat dilakukan ketika memiliki rasa keengganan pada suatu kegiatan seperti menaiki roller coaster tadi.

Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008). Teori Belajar, Edisi Ketujuh. Prenadamedia Group: Jakarta.

Artikel oleh: Logos Indonesia.