Sering Menutupi Permasalahan Dengan Sikap Tenang, Hati-hati Kamu Kena Duck Syndrome

Sering menutupi permasalahan dengan sikap tenang, hati-hati kamu kena Duck Syndrome. Fenomena yang sering terjadi pada usia dewasa.

Sosial3467 Views

Logos Indonesia Apakah kamu sering menutupi semua permasalahanmu dengan sikap tenang? Apa alasan kamu melakukan hal tersebut? Apakah yang kamu lakukan ini baik untuk dirimu sendiri? Ketika kamu menjawab pertanyaan tersebut, sadarilah bahwa kamu mungkin saja terkena duck syndrome. Namun kamu tidak perlu khawatir, karena hal tersebut cenderung banyak dialami oleh orang dewasa. Namun perlu diingat, sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Karena itu, perlu dilakukannya intropeksi untuk melihat bahwa duck syndrome ini dapat memicu penyakit mental lainnya atau tidak.

Baca Artikel Kami Lainnya: Yuk Kenali Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Pada kapasitas yang ringan, duck syndrome ini tidak berbahaya bagi si penderitanya. Namun jika sudah pada tahap yang berat, duck syndrome ini dapat memicu gangguan mental yang cukup parah. Untuk memahami duck syndrome ini kamu alami atau tidak saat ini, ada baiknya kamu memahami duck syndrome terlebih dahulu. Mari kita bahas lebih dalam mengenai duck syndrome pada artikel ini.

Apa Itu Duck Syndrome?

Dalam sejarahnya, Duck Syndrome ditemukan pertama kali di Stanford University, Amerika Serikat. Fenomena mengenai permasalahan para mahasiswa di sana yang cenderung bersikap tenang namun memiliki tuntutan yang berat di pundak mereka. Situasi inilah kemudian disebut dengan duck syndrome. Permasalahan mahasiswa tersebut seperti tuntutan nilai yang bagus, lulus tepat waktu, harapan ingin hidup mapan setelah lulus kuliah, menanggung ekspektasi orang tua, dan harapan tuntutan sosial lainnya.

Semua permasalahan tersebut direspon oleh para mahasiswa dengan sikap tenang layaknya seperti tidak ada permasalahan. Sikap yang mereka pilih untuk tenang dalam menghadapi permasalahan sangat mirip dengan sikap bebek dalam berenang.

Apakah kamu pernah melihat bebek berenang? Saat kamu melihatnya badannya mengapung dengan tenang. Namun di dalam air, kakinya berusaha keras untuk bergerak agar dapat mengapung di permukaan air. Hal inilah mengapa fenomena ini disebut dengan duck syndrome.

Baca Artikel Kami Lainnya: Ekstrovert vs Introvert. Aspek Kepribadian Dari Jung.

Faktanya adalah seseorang yang menderita duck syndrome ini cenderung pada usia dewasa awal dan berlanjut pada usia dewasa menengah. Sebagai respon dari tuntutan sosial dan harapan diri mengenai hidup ideal. Rasa “gengsi” untuk meminta pertolongan pun membuat seseorang untuk memilih untuk sikap diam dalam mengatasi permasalahan mereka.

Perlu diingat bahwa duck syndrome ini tidak termasuk dalam penyakit mental. Duck syndrome ini merupakan penjelasan dari fenomena yang sering dialami oleh para mahasiswa di Stanford University. Kemudian, istilah ini semakin terkenal di masyarakat dan semakin digunakan untuk menjelaskan fenomena yang sama pada mahasiswa Stanford University.

Duck Syndrom.

Apa Penyebab Duck Syndrome?

Terdapat banyak penyebab terjadinya duck syndrome oleh banyak orang. Namun, utamanya duck syndrome terjadi akibat dari tuntutan masyarakat sosial dan harapan diri yang terlalu tinggi mengenai kehidupan idealis mereka. Perasaan “gengsi” dapat menjadi faktor dari terjadinya duck syndrome yang sering dialami oleh para mahasiswa dan para pekerja.

Dilansir dalam alodokter, terdapat beberapa penyebab dari duck syndrome, yaitu:

Tuntutan Akademik

Masalah yang sering dialami oleh para mahasiswa adalah keinginan untuk mendapatkan nilai bagus dan lulus tepat waktu. Tuntutan akademik itu memicu diri merasakan cemas dan stress. Namun, mereka tidak mau untuk menunjukkan permasalahan tersebut dalam hubungan pertemanan mereka. Akhirnya, sikap diam dalam merespon tuntutan akademik ini memicu timbulnya duck syndrome yang sering terjadi pada mahasiswa.

Menanggung Ekspektasi Orang Tua Yang Terlalu Tinggi

Permasalahan lainnya yang sering dialami oleh penderita duck syndrome adalah ketika mereka menanggung ekspektasi orang tua yang terlalu tinggi. Para orang tua memang mengharapkan anaknya untuk bisa sukses. Namun, harapan tersebut menjadi hal yang mengganggu mereka dalam mewujudkannya. Terkadang para orang tua memberikan ekspektasi yang terlalu berlebihan terhadap kesuksesan mereka. Mereka tidak mampu untuk mengungkapkan secara langsung kepada orang tua mereka. Akhirnya, Mereka cenderung bersikap diam terhadap tuntutan yang diberikan kepada mereka. Sikap yang inilah menjadi fenomena duck syndrome.

Media Sosial Dan Hidup Idealis

Pada zaman sekarang media sosial sangatlah berpengaruh terhadap pandangan seseorang mengenai hidup mereka. Media sosial menjadi ajang pamer kehidupan yang idealis bagi setiap orang. Bagi seseorang yang melihatnya, akan beranggapan bahwa orang tersebut memiliki kehidupan yang sempurna. Pandangan inilah yang membuat parah milenial, berlomba-lomba untuk memiliki hidup idealis mereka. Namun secara tidak langsung, mereka juga ikut membandingkan kehidupan dirinya dengan orang lain di media sosial. Sikap tidak ingin kalah menjadi faktor utama dalam sikap diam duck syndrome. Mereka tidak mau dianggap lemah oleh orang lain. Sehingga dalam menutupi permasalahannya. Mereka lebih memilih untuk sikap diam dibanding meminta pertolongan orang lain atau mengakui kekurangan mereka. Namun perlu diingat, hal yang tampak dari sebuah foto tidak dapat menggambarkan keseluruhan dari kehidupan seseorang.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kenalan Yuk Dengan Terapi Fobia Yang Biasa Dilakukan Oleh Terapis.

Artikel oleh: Logos Indonesia.