Holocaust Disebut Destruktif Obedience, Sikap Patuh Melakukan Kejahatan

Holocaust disebut destruktif obedience, sikap patuh melakukan kejahatan. Apakah kamu akan mematuhi perintah tersebut atau tidak?

Relationship, Sosial2529 Views

Logos Indonesia Obedience memiliki arti mematuhi perintah seseorang yang didasarkan power. Orang yang merintahmu untuk melakukan setiap perintahnya memiliki wewenang yang lebih tinggi dari pada dirimu. Jika orang tersebut memerintahkan dirimu berbuat baik, maka kamu akan berbuat baik. Hal tersebut tentu saja tidak bermasalah sama sekali.

Namun, bagaimana jika seseorang memerintahkanmu untuk bertindak jahat? Sementara orang yang memerintahkanmu merupakan orang yang berkuah atau berwewenang tinggi terhadapmu. Sangat sulit untuk menolak permintaan orang berkuasa. Apakah kamu tetap teguh dengan jawabanmu sebelumnya?

Baca Artikel Kami Lainnya: Taktik Marketing Yang Efektif Agar Produkmu Laku Terjual. Terapkan Teori Compliance.

Seseorang yang mematuhi perintah untuk melakukan perbuatan jahat, seperti melakukan kekerasan kepada orang lain, membunuh orang lain, berbohong, mencuri dan perbuatan yang membuat orang lain terluka. Semua hal tersebut, tentu saja melanggar secara norma dan hukum yang ada di masyarakat. Situasi tersebut ini disebut destruktif obedience.

Mari kita membahas lebih lanjut destruktif obedience dalam artikel ini. Dengan membaca artikel hingga habis, mungkin kamu akan menemukan jawaban, mengapa seseorang cenderung patuh terhadap orang yang berkuasa, bahkan jika diminta untuk melakukan kejahatan.

Apa Itu Obedience?

Obedience adalah kepatuhan. Setiap orang memiliki orang yang harus dipatuhi perintahnya. Seperti, ketika kamu seorang karyawan di kantor. Maka kami harus mematuhi perintah bos mu. Ketika kamu seorang murid, maka kami harus mematuhi perintah guru mu. Jika di rumah, maka perintah orangtua mu harus dipatuhi. Saat orangtuamu meminta membeli bahan dapur di warung, kamu dengan sigap langsung pergi ke warung untuk membelinya. Itulah yang disebut sikap obedience.

Coba kamu perhatikan lagi, siapa yang berhak memerintahmu? Dari beberapa contoh di atas, kamu akan menemukan jawaban bahwa orang yang kamu patuhi memiliki kekuasaan atau wewenang lebih dari dirimu.

Sekarang coba saja kami bayangkan. Bagaimana jadinya jika seseorang yang berada di bawahmu memerintahmu? Apakah kamu langsung menerimanya begitu saja? Tentu tidak kan.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat Leon Festinger.

Tapi terdapat faktor lain yang membuat dirimu mau melakukan permintaan orang yang setara denganmu ataupun dibawahmu. Salah satunya adalah orang tersebut sudah kamu anggap istimewa, atau kamu menyukainya. Namun, situasi ini bukanlah disebut obedience, melainkan compliance (memenuhi keinginan orang lain). Obedience haruslah terdapat kekuasaan (power) lebih kepada orang tersebut agar patuh.

Karena itu, salah satu faktor dirimu bersikap obedience adalah terdapat perintah yang berkuasa atas dirimu.

Apa Itu Destruktif Obedience?

Destruktif berkaitan dengan kekerasan atau perilaku yang mengakibatkan kerusakan. Sedangkan destruktif obedience memiliki arti, patuh untuk melakukan kekerasan.

Sebenarnya kita menyimpulkan bahwa orang yang berkuasa cenderung membuatmu bersikap obedience (patuh). Jika memerintah untuk kebaikan tentu saja kamu tidak keberadaan melakukan. Tapi, Bagaimana jika orang tersebut memerintahkanmu untuk bertindak jahat kepada orang lain? Apakah kamu bersedia melakukannya atau menolaknya?

Pada kebanyakan orang, menghadapi situasi ini merupakan hal yang sulit. Mereka akan sulit menolak perintah tersebut, tapi tau bahwa hal tersebut tidaklah benar. Perasaan tertekan terus menghantui hingga kamu memutuskan pilihanmu. Jika kamu melakukannya, ini disebut destruktif obedience.

Dalam penelitian Stanford Milgram, menunjukkan bahwa seseorang bisa menuruti perintah orang untuk melukai orang lain, seperti merusak, menyakiti, dan menghancurkan orang lain.

Apa Saja Contoh Destruktif Obedience?

 

Terdapat banyak contoh destruktif obedience di kehidupan nyata. Sebagian besar contoh tersebut merupakan sejarah yang diekenal sangat kejam. Peristiwa Ku Klux Klan di Amerika, Holocaust, tragedi Semanggi tahun 1998, peristiwa Monas oleh FPI tahun 2008. Semua contoh tersebut disebut destruktif obedience karena kepatuhannya terhadap orang yang biasa untuk memerintahkan membunuh dan melukai banyak warga setempat.

Ku Klux Klan sangat terkenal di Amerika Serikat dengan sifat rasis yang sangat ekstrem terhadap kelompok kulit hitam. Orang kulit putih menganggap ras mereka yang terbaik. Kelompok kulit putih membuat suatu organisasi yang bertujuan untuk memberantas kaum kulit hitam. Mereka (kelompok kulit putih yang masuk ke dalam organisasi tersebut) telah banyak membantai kaum kulit hitam dan orang kulit putih yang berusaha melindungi orang kulit hitam. Perilaku mereka sungguh sangat kejam terhadap orang lain.

Dalam peristiwa Holocaust, tragedi Semanggi tahun 1998 dan peristiwa Monas oleh FPI tahun 2008, mereka semua Menggunakan seragam sebagai identitas diri mereka. Pada peristiwa Holocaust, tentara Nazi mengenakan seragam untuk membunuh warga Yahudi.

Baca Artikel Kami Lainnya: Viktor Frankl: Mencari Makna Hidup Di Kamp Konsentrasi Nazi.

Contoh destruktif obedience di Indonesia militer Indonesia juga menggunakan seragam untuk menyakiti warga sipil dalam tragedi Semanggi. Para mahasiswa yang ikut serta dalam tragedi tersebut ditembaki oleh tentara dengan peluru tajam atas perintah komandannya. Hal ini juga terjadi ketika insiden Monas pada tanggal 1 Juni 2008. Kelompok Aliansi Kebangsaan diserang oleh Front Pembela Islam (FPI) dengan bambu runcingnya.

Sarwono, Sarlito. W & Meinarno, Eko. A (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Artikel oleh: Logos Indonesia.