Logos Indonesia – Pernahkah kamu merasa kesal atau marah ketika mendengar suara orang lain mengunyah? Jika iya, kita perlu memahami fenomena yang disebut Misophonia. Di artikel ini, kita akan membahas mengapa suara mengunyah bisa menyebabkan seseorang marah. Dan segala hal yang perlu kamu tahu tentang Misophonia.
Baca Artikel Kami Lainnya: Dampak Psikologi, Emosional dan Sosial dari Trichotillomania
Jika baru pertama kali mendengar istilah Misophonia, kamu tidak perlu khawatir. Misophonia adalah kondisi di mana seseorang mengalami reaksi emosional yang kuat. Seperti jengkel atau marah, terhadap suara tertentu salah satunya suara mengunyah. Kondisi ini bisa berimbas pada pengalaman sehari-hari dan kualitas hidup seseorang, sehingga penting untuk lebih memahaminya.
Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam tentang Misophonia. Mula dari pengertian, penyebab, hingga dampaknya pada kehidupan kita. Selain itu, kita akan membahas strategi dan metode penanganannya. Agar kita semua dapat memberikan dukungan yang tepat bagi mereka yang mengalami kondisi ini.
Pengertian Misophonia
Ada istilah baru yang perlu kita kenal, yaitu Misophonia. Jadi, Misophonia itu adalah kondisi ketika kita merasa sangat jengkel atau marah mendengar suara-suara yang sebetulnya biasa bagi orang lain. Jangan salah, suara yang membuat marah ini bisa berasal dari hal sepele. Seperti suara orang mengunyah, mengetik, atau menghela napas. Ternyata, banyak hal sekitar kita yang bisa jadi ‘pemicu’ Misophonia.
Apa Saja Gejalanya?
Orang dengan Misophonia biasanya akan merasa sangat terganggu, marah, hingga panic mendengar suara-suara tertentu. Kadang, reaksi ini bisa sekuat mendorong mereka untuk meninggalkan situasi atau mencoba untuk menghentikan suara tersebut. Berikut adalah beberapa gejala Misophonia:
- Reaksi emosional yang kuat: Ketika kamu mendengar suara tertentu, kamu mungkin merasa jengkel, marah, atau bahkan panik. Reaksi emosional ini melebihi tingkat normal dan sulit untuk dikendalikan.
- Kecemasan: Kamu mungkin merasa cemas atau khawatir jika mengetahui bahwa kamu akan berada di situasi di mana suara-suaranya itu akan hadir. Seperti saat makan bersama keluarga atau teman.
- Menghindari situasi: Dalam beberapa kasus, kita mungkin mulai menghindari situasi yang melibatkan suara pemicu. Misalnya, tidak ingin pergi ke bioskop karena takut mendengar suara orang makan popcorn.
- Pemikiran terobsesi: Kamu mungkin sering memikirkan suara-suara yang mengganggu tersebut hingga tingkat obsesi, bahkan ketika suara tersebut tidak ada.
- Kesulitan konsentrasi: Dalam situasi di mana suara pemicu hadir, kita mungkin kesulitan untuk fokus pada tugas atau kegiatan yang sedang dikerjakan.
- Gangguan tidur: Suara pemicu Misophonia juga bisa menyebabkan gangguan tidur. Baik karena stres yang disebabkan oleh kecemasan maupun karena suara tersebut secara langsung mengganggu tidur kita.
- Merasa bersalah: Walaupun kita tahu reaksi emosional kita terlalu berlebihan. Kita mungkin merasa bersalah atau bingung mengapa reaksi ini terjadi.
- Mengekspresikan marah: Beberapa orang mungkin merasa perlu mengekspresikan perasaan marah mereka dengan protes, mengomel, atau bahkan dalam bentuk agresi fisik. Meskipun tidak semua penderita Misophonia mengalami hal ini, tetap perlu untuk diketahui.
Misophonia memang bisa jadi mengganggu hidup kita, tapi ingat, tidak perlu malu untuk mencari bantuan. Jika kita atau orang di sekitar kita merasa pernah merasakan hal ini, segera temui tenaga medis atau psikolog. Biasanya, diagnosis Misophonia ditentukan berdasarkan gejala, riwayat hidup, dan proses eliminasi kondisi lain yang mirip. Sampai di sini, semoga kamu sudah mulai mengerti apa itu Misophonia. Yuk, terus simak penjelasan selanjutnya.
Penyebab Misophonia
Nah, sekarang kita akan bicara soal penyebab Misophonia. Sebelum kita membahas lebih jauh. Karena penting untuk dipahami bahwa penyebab pasti Misophonia masih menjadi topik penelitian dan belum sepenuhnya dipahami.
Namun, beberapa teori dan penemuan penelitian mengungkapkan bahwa Misophonia mungkin terkait dengan bagaimana otak kita memproses suara. Jadi, bukan suaranya yang menjadi masalah, melainkan bagaimana otak kita merespons suara tersebut. Kamu bisa bayangkan, ini seperti ketika kita mendengar lagu favorit kita. Maka otak kita merespons dengan perasaan gembira. Namun pada penderita Misophonia, suara-seimbang seperti mengunyah atau mengetik malah memicu reaksi negatif.
Bagaimana Otak Merespon pada Penderita Misophonia?
Sekarang, kita lanjut menjelajahi kerja otak dalam kasus Misophonia. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita Misophonia, bagian otak yang merespons suara (auditory cortex) terhubung dengan pengolahan emosi. Seperti amigdala dan insula frontal anterior.
Keunikan konektivitas otak ini mungkin menjelaskan mengapa suara-suara tertentu bisa memicu reaksi emosional yang kuat pada penderita Misophonia. Jadi, bukan hanya sebatas mendengar suara. Tetapi, otak kita mendengar dan langsung mengaitkannya dengan perasaan marah atau jengkel. Sangat menarik, bukan?
Namun, pengetahuan kita tentang Misophonia masih terus berkembang. Para peneliti berharap untuk terus menggali lebih dalam mengenai kondisi ini. Agar kita semua bisa lebih memahami dan mendukung mereka yang mengalami Misophonia. Sampai saat ini, hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah memberikan pengertian dan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Baca Artikel Kami Lainnya: Tips dan Strategi Mengatasi Trichotillomania: Dorongan yang Kuat untuk Mencabut Rambut Sendiri
Artikel oleh: Logos Indonesia.