Logos Indonesia : Beberapa waktu lalu saya bersama teman menonton drama korea, seperti yang diketahui biasanya tema dari drama korea tersebut adalah bercerita tentang cinta. Kali ini drama yang saya tonton juga bertemakan cinta, tapi yang menarik disini adalah mereka membalut cerita tersebut dengan berbagai kasus psikologis. Drama tersebut bercerita tentang seorang penulis yang jatuh cinta kepada teman serumahnya yang seorang psikiater.
Akan tetapi tokoh central dalam drama tersebut mengalami gangguan yaitu skizoprein dimana dia tidak terlihat seperti seorang skizoprein. Berbeda dengan mungkin pengalaman kita, biasanya orang skizopreinia yang kita lihat yaitu yang sering berada di jalan-jalan, kotor, dan melakukan sesuatu perilaku yang kita pandang berbeda dari kebanyakan orang.
Pasien skizoprein yang digambarkan dalam drama ini sedikit berbeda, dia terlihat tampan dan bersih, interaksi sosialnya baik terhadap orang lain dan dia memiliki bakat menulis kisah misteri. Tapi ditengah alur cerita tampak bahwa ia memiliki berbagai trauma psikologis, dimana ia hanya bisa tidur ketika didalam kamar mandi yang bagi dirinya adalah tempat teraman dari ancaman kekerasan yang dilakukan ayah tirinya.
Baca juga artikel kami lainnya : Tanda kamu Perlu Konsultasi ke Psikolog
Keganjilan lain yang tampak pada tokoh centralnya ialah ia sering berbicara dan melihat seorang anak remaja berusia 15 tahun yang mengalami perjalanan hidup yang sama. Akan tetapi tulisan saya sendiri tidak akan membahas tentang drama tersebut. Saya sendiri akan mengulas tentang skizoprenia.
Pengertian Skizoprenia Menurut Tokoh Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikiatri, dua tokoh kunci dalam perkembangan yang meneliti gangguan skizopren ini adalah Emil Kraeplin (1856 – 1926) dan Eugen Bleuler (1857 – 1939). Awal mulanya skizoprein digunakan istilah demense precoce (bahasa Prancis) oleh Morel. Kemudian Kraeplin menggunakan istilah dem
entia precox yang menekankan suatu proses kognitif tertentu (dimentia ) dan onset pada masa awal (precox) ditandai dengan adanya halusinasi dan waham.
Skizoprenia berasal dari bahasa yunani “schizein” yang artinya terpisah atau pecah dan phrenia yang berarti jiwa. Sehingga dalam perjalanan gangguan ini karakteristik utamanya adalah adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Kegagalan ini nampak ketika dilakukan reality testing .
Baca Artikel kami lainnya : Tips Menjaga Kesehatan Mental
Kriteria Diagnostik Skizoprenia Dalam DSM
Kriteria yang dipakai dalam mendeteksi gangguan skizoprenia dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) ada 6 hal yang harus diperhatikan, antara lain karakteristik simtom kriteria A yang digunakan dalam rentang waktu 1 bulan yaitu
- Adanya waham yaiitu keyakinan keliru yang dipertahankan. Misalnya dalam cerita drama tersebut terlihat bahwa ia meyakini ada seorang anak lelaki yang menjadi temannya.
- halusinasi yaitu penghayatan (seperti persepsi) yang dialami melalui panca indera, dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal. Misalnya pada drama tersebut ia sering berbicara sendiri dengan seseorang dengan hp ketika tidak ada satupun yang menelponnya dan ia juga mengalami luka-luka karena berkelahi dengan seseorang akan tetapi tidak ada satupun orang disekitarnya.
- Bicara terdisorganisasi (misal sering menyimpang / inkoheren)
- Perilaku terdisorganisasi atau katatonik
- Gejala negatif seperti hilangnya minat atau kemampuan mempertahankan aktifitas rutin (avolition ), alogia (kemiskinan kuantitas / isi pembicaraan), abulia (berkurangnya impus untuk bertindak) (Kaplan & Sadok, 1997)
Angka Kesembuhan Penderita Skizoprenia
Bisakah pasien penderita skizoprenia sembuh? Mungkin itu adalah pertanyaan yang muncul dalam benak kita. Menurut Kraeplin dalam Kaplan dan Sadok (1997) pasien yang ia tangani sekitar 4 persen mengalami pemulihan yang lengkap dan 13 persen mengalami remisi yang bermakna. Dari pernyataan tersebut mungkin istilah sembuh kurang tepat kita sandingkan dengan penderita skizoprein akan tetapi penggunaan istilah pulih lebih dirasakan tepat.
Saran artikel untuk Anda : Tips Agar Bisa Memaafkan Seseorang Yang Mengkhianatimu
Pada kenyataannya bahwa gangguan skizoprein ini juga melibatkan adanya kelebihan dalam produksi hormon dopamin. Oleh karena itu, para penderita skizoprein sering kali masih melakukan terapi obat untuk menetralisir kelebihan dopamin yang dimilikinya. Kemudian pemberian cinta kasih dari keluarga berupa sosial suport, mematahkan halusinasi dan delusi yang mereka yakini dan juga membuat suatu rancangan kegiatan yang bisa membuat mereka menyalurkan perasaan ataupun pemikirannya merupakan hal yang dibutuhkan oleh para penderita skizoprein.
Seperti dalam akhir drama bahwa tokoh central tetap harus mengikuti pengobatan dan self manajemen yang dibantu oleh keluarganya agar ia tetap bisa menjalankan kegiatannya menulis ataupun aktivitas keseharian lainnya secara teratur.
Logos Indonesia menyediakan layanan jasa Klinik Konsultasi Psikologi untuk kasus psikologi dan psikoterapi dari ringan sampai berat dengan psikolog berpengalaman dibidangnya.
Daftar pustaka:
Kaplan, Harold I. MD., Sadock, Benjamin J., Grebb, Jack A., (1997), Sinopsis Psikiatri , Binarupa Aksara, Jakarta