Apa Itu Sindrom Stockholm? Korban Merasa Simpati Kepada Pelaku Penyandra

Apa itu Sindrom Stockholm? Korban merasa simpati kepada pelaku penyandra. Sindrom Stockholm merupakan mekanisme pertahanan.

Klinis2536 Views

Logos Indonesia Apakah kamu tau kasus seseorang yang diculik, namun dirinya tidak mau ditolong oleh polisi untuk dibebaskan? Terdengar aneh, tapi kasus tersebut memang ada di kehidupan nyata. Kasus tersebut disebut sebagai sindrom Stockholm.

Sindrom Stockholm memang tidak dimasukan dalam DSM sebagai gangguan psikologis. Hal ini karena penyebab dari sindrom ini mash belum jelas diketahui. Kemiripan dengan gejala PTSD membuat sindrom Stockholm ini ditangani sebagai akibat dari pengalaman traumatik. Namun gejala awalnya menunjukkan perilaku yang bersimpati kepada pelaku penyandraan, membuat sulit untuk memberikan pertolongan kepada mereka.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kamu Berada Di Abusive Relationship? Ini Dampak Negatif Dan Cara Keluar Dari Hubungan Abusive Relationship.

Mari kita bahas mengenai sindrom Stockholm dan mengetahui kasus nyatanya. Istilah Sindrom Stockholm berasal dari kasus penyandraan bank yang terjadi di Stockholm, Rusia. Penjelasan dari kasus langka tersebut kemudian dikenal sebagai sindrom Stockholm.

Apa Itu Sindrom Stockholm?

Sindrom Stockholm
Sindrom Stockholm.

Sindrom Stockholm adalah salah satu mekanisme pertahanan korban sebagai cara agar dirinya tidak dilukai oleh pelaku. Cara yang mereka gunakan adalah dengan membangun perasaan simpati dan hubungan yang lebih dekat dengan pelaku. Hal ini dilakukan korban untuk memastikan dirinya tidak dilukai oleh pelaku. Namun seiring dengan waktu, perasaan simpati itu mengkaburkan kenyataan dan membuat korban mengganggap pelaku adalah orang yang baik padanya.

Menurut webmd, sejalan dengan pengertian tersebut, sindrom stockholm merupakan cara untuk memahami respons emosional korban terhadap pelaku penculikan. Korban mengembangkan perasaan positif terhadap pelaku. Melalui perasaan positif tersebut, korban menganggap bahwa perlakuan pelaku yang tidak menyakitinya merupakan tanda bahwa pelaku orang yang baik. Hingga akhirnya, mengembangkan ikatan emosional dengan pelaku penculik, berupa perasaan simpati terhadap situasi yang dialami oleh pelaku penculikan.

Biasanya kondisi ini bisa terjadi selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun dalam kondisi masih berinteraksi dengan si pelaku penculikan. Namun Ada kemungkinan lain setelah bebas dari pelaku penculikan, korban baru merasakan pengalaman traumatik yang sebenarnya. Karena inti dari sindrom Stockholm ini adalah ikatan emosional yang cukup kuat terhadap pelaku penculikan.

Kasus Sindrom Stockholm

Istilah sindrom Stockholm ini merupakan kasus yang terjadi secara nyata pada tahun 1973 di Swedia. Dilansir dari klikdokter, terdapat kasus penyanderaan di bank Swedia. Pelaku penyanderaan bernama Olson dan Olofsson yang menyandera 4 pegawai bank selama 6 hari.

Hal yang terjadi pada kasus ini sangatlah unik karena proses penyelamatan yang dilakukan oleh polisi tidak berhasil. Keempat korban tersebut tidak mau diselamatkan oleh polisi dan memilih untuk membela si pelaku. Bahkan setelah berhasil dipisahkan antara pelaku dan korban penyekapan bank. Para korban masi mengembangkan perasaan simpati dan memilih membela pelaku di selama proses pendakwaan di persidangan.

Walaupun pelaku sudah tidak kuat hukuman penjara, korban masih berusaha untuk menghalangi dana untuk membayar denda hukuman penjara. Selain itu, salah satu korban bahkan lebih memilih bersama pelaku kejahatan tersebut dan meninggalkan kekasihnya saat itu.

Penyebab Sindrom Stockholm

Penyebab dari sindrom Stockholm ini masih belum diketahui, tapi banyak dari para ahli mengatakan bahwa sindrom Stockholm ini sebagai mekanisme pertahanan bertahan hidup. Namun, jika dilakukan secara terus menerus menghasilkan pemikiran yang keliru terhadap perasaan positif kepada penyandra.

Mekanisme pertahanan untuk bertahan hidup. Ketika mengembangkan hubungan yang positif dengan penyandra, maka dirinya dpt mengetahui kelangsungan hidupnya. Sebagai cara untuk tidak dibunuh atau dilukai oleh penyandera. Dilansir dari halodoc, terdapat penelitian mengenai sindrom Stockholm sebagai cara bertahan hidup yang dilukis. Penelitian yang diterbitkan pada tahun 2015 ini berdasarkan kisah nyata dari sindrom Stockholm.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kenali Hubungan Pasangan Yang Toxic. Abusive Relationship Itu Berbahaya.

FBI yang bertugas untuk mewawancarai pramugari yang disandera dalam kasus pembajakan pesawat memberikan kesimpulan tidak faktor yang dapat mengembangkan sindrom Stockholm pada korban. Berikut ini adalah tiga hal yang memicu terjadinya sindrom Stockholm pada korban penyekapan.

  • Waktu penyekapan harus berlangsung lebih dari beberapa hari atau lebih lama.
  • Tempat penyanderaan korban berada di ruangan yang sama dengan pelaku penyanderaan. Hal ini memicu hubungan yang dekat dengan pelaku penyanderaan.
  • Pelaku penyanderaan menunjukkan sikap baik kepada korban atau menahan diri untuk tidak menyakitinya.
  • Para korban yang disandera beranggapan bahwa aparat penegak hukum tidak melakukan pekerjaannya dengan baik.

Tanda-Tanda Seorang Mengalami Sindrom Stockholm

Dilansir dari klikdokter, gejala yang muncul ketika di sandera ataupun proses penyelamatan dari polisi akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.

  • Menunjukkan kekaguman pada penyanderanya.
  • Menolak tindakan penyelamatan dari pihak berwajib.
  • Berusaha membela penyandera.
  • Berusaha menyenangkan hati penyanderanya.
  • Menolak memberikan kesaksian mengenai tindakan kejahatan yang dilakukan oleh penyandera.
  • Tidak melakukan usaha untuk melarikan diri.

Pada awalnya korban masih mengembangkan perasaan positif kepada penyandra. Namun tidak bisa dipungkiri juga jika suatu hari akan memunculkan gejala yang serupa dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Pemikiran yang salah tentang mekanisme pertahanan bertahan hidup dari penyandra, semakin lama semakin menghilang. Pada saat itu, situasi yang sebenarnya mulai muncul sebagai pengalaman yang traumatik.

Baca Artikel Kami Lainnya: Kenali Tanda Orang Yang Mengalami Abusive Relationship Dan Cara Membantunya Keluar Dari Hubungan Yang Toxic.

Artikel oleh: Logos Indonesia.