Logos Indonesia – Akan sangat berguna bila terdapat tes psikologi yang dapat memprediksi seseorang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri atau tidak. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara niatan bunuh diri dengan keputusasaan.
Hal ini sesuai dengan temuan dari Aaron Beck dalam penelitian yang spesifik tentang niatan untuk bunuh diri. Menurut Aaron Beck, keputusasaan menjadi prediktor kuat dalam mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Dampak yang diberikan lebih kuat dari depresi.
Baca Artikel Kami Lainnya: Terapi Untuk Penderita Gangguan Kepribadian Ganda.
Penjelasannya adalah seseorang memiliki ekspektasi yang tinggi di masa mendatang yaitu mereka mengharapkan kondisi yang lebih baik dari saat ini. Perasaan tersebut merupakan bagian dari gejala depresi. Namun dalam beberapa kasus fenomena bunuh diri tampaknya lebih berpengaruh pada seseorang yang tidak mengalami depresi dibandingkan orang yang mengalami depresi.
Alat Ukur Self-Report
Salah satu alat ukur self – report yaitu Reason for Living (RFL) yang disusun oleh Marsha Linhan. Dalam alat ukur self report tersebut dikelompokkan item-item yang mengukur tentang sesuatu hal yang penting bagi diri individu. Item tersebut seperti, tanggung jawab terhadap keluarga dan kepedulian pada anak-anak.
Dalam alat ukur self report tersebut terdapat skala yang memfokuskan pada item negativisme dan pesimisme dalam hidup seseorang. Hal ini dapat bermanfaat untuk mencegah tindakan bunuh diri. Karena hasil yang diberikan dalam alat ukur ini mampu membedakan seseorang yang kemungkinan berniat untuk melakukan bunuh diri dan seseorang yang tidak memiliki niat untuk melakukan bunuh diri.
Baca Artikel Kami Lainnya: Fakta Tentang Bunuh Diri.
Ketika diketahui hasilnya memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Maka orang tersebut akan segera diberikan intervensi lebih lanjut untuk mencegah tindakan mengancam dirinya sendiri.
Faktor Kepuasan Hidup
Salah satu faktor yang berpengaruh terkait niatan melakukan bunuh diri atau tidak adalah ada atau tidaknya perasaan puas menjalani kehidupannya. Terdapat suatu studi penelitian prospektif yang dilakukan di Finlandia yang meneliti tentang hubungan kepuasan hidup dan kecenderungan perilaku bunuh diri di masa yang akan datang.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki nilai kadar ketidakpuasan yang tinggi terhadap kehidupan mereka memberikan dorongan untuk mencoba atau melakukan bunuh diri ke tahun-tahun kemudian. Bahkan hingga 20 tahun mendatang, orang yang tidak puas akan hidupnya mungkin akan mencoba atau melakukan tindakan bunuh diri.
Baca Artikel Kami Lainnya: 7 Mitos Tentang Bunuh Diri.
Namun perlu diingat bahwa kuesioner ini dikirim melalui pos kepada responden dan kuesioner tersebut hanya terdiri dari 4 item. Item tersebut menggambarkan tentang seberapa menarik atau membosankan hidup responden, seberapa bahagia atau tidak bahagia hidup responden, seberapa mudah atau seberapa sulit hidup responden, dan terakhir seberapa kesepian hidup responden.
Karakteristik Kognitif Seseorang
Terdapat beberapa penelitian yang lebih memfokuskan pada karakteristik kognitif seseorang yang cenderung melakukan bunuh diri. Dalam sejumlah penelitian tersebut ditemukan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri memiliki pendekatan pola pikir yang lebih kaku terhadap setiap permasalahan yang mereka miliki. Mereka berpikir kurang fleksibel dalam mengatasi permasalahan.
Mereka kesulitan untuk mempertimbangkan berbagai solusi dalam menghadapi permasalahan hidup mereka. Sehingga mereka hanya memikirkan cara yang mudah menurut mereka yaitu dengan cara menghilangkan nyawa sendiri.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shneidman, menunjukkan bahwa orang-orang yang mencoba melakukan bunuh diri tidak mampu memikirkan berbagai alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan mereka. Sehingga pilihan yang terpikirkan oleh mereka saat itu hanyalah melakukan bunuh diri.
Terdapat penelitian lain terkait karakteristik kognitif yang berbeda seseorang yang mencoba bunuh diri. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan terdapat defisit neurologis pada pasien yang mengalami depresi. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga kategori kelompok untuk diteliti, yaitu kelompok yang tidak pernah mencoba bunuh diri, kelompok yang pernah berupaya bunuh diri namun tidak mengalami cedera, dan kelompok yang pernah berupaya bunuh diri dan hampir tewas dengan tingkat kefatalan yang tinggi.
Hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang depresi memiliki riwayat upaya bunuh diri dengan kefatalan yang tinggi memiliki defisit keberfungsian eksekutif. Mereka kesulitan untuk membuat rencana, sulit menyelesaikan permasalahan sendiri, dan sulit mengambil keputusan dibandingkan kelompok lainnya.
Namun dalam menginterpretasi temuan penelitian tersebut memiliki masalah yang potensial yaitu mampu menyebabkan defisit dalam keberfungsian eksekutif. Walaupun begitu, mereka yang termasuk kelompok seseorang yang berupaya melakukan bunuh diri dengan tingkat kefatalan tinggi tidak mengalami defisit berfungsi dan kognitif di bagian lainnya.
Sehingga kesimpulan yang didapat dari pembahasan ini memberikan Penjelasan bahwa untuk memprediksi kecenderungan seseorang melakukan bunuh diri itu sangat sulit. Karena faktor yang melandasi seseorang memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri itu sangat kompleks.
Davison, G. C., Neale, J. M., Kring, A. M. (2017). Psikologi Abnormal Edisi Ke-7. Depok: PT Raja Grafindo Persada.