Teori Disonansi Kognitif Dari Leon Festinger

Teori Disonansi Kognitif Dari Leon Festinger. Dua keyakinan yang berlawanan yang menyebabkan ketegangan psikologis.

Sosial, Tokoh4834 Views

Logos Indonesia Teori Disonansi Kognitif merupakan teori yang dicetuskan oleh Leon Festinger. Teori Disonansi Kognitif ini merupakan bagian dari psikologi sosial.

Teori disonansi kognitif ini sering dialami oleh kebanyakan orang. Setidaknya sekali dalam hidup seseorang merasakan ketidaknyaman dari kedua keyakinan yang bertentangan. Untuk lebih jelaskan, mari kita bahas lebih lengkapnya di sini.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat Leon Festinger.

Kita akan membahas Leon Festinger menciptakan teori tersebut pertama kalinya dari suatu peristiwa yang membingungkannya. Kemudian kita akan dijabarkan contoh nyata agar kalian mudah memahami maksud dari teori disonansi kognitif.

Penemuan Disonansi Kognitif

Disonansi Kognitif diciptakan oleh Leon Festinger untuk menjelaskan peristiwa seputar gempa yang terjadi di India. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1957. Warga desa di sana memiliki keyakinan bahwa gempa yang terjadi tidak akan mengakibatkan bencana yang sangat besar. Hal ini karena mereka merasakan goncangan gempa, tapi tidak mengakibatkan kerusakan yang buruk.

Namun, keyakinan tersebut berubah ketika warga desa mendengarkan desas-desus akan terjadi gempa yang besar di desa mereka dan mengakibatkan kerusakan yang sangat besar. Keyakinan mereka mulai goyah dan mulai mengkhawatirkan efek buruk akibat gempa di kemudian hari.

Baca Artikel Kami Lainnya: Ini Prinsip Dari Pembelajaran Yang Bermakna Bagi Murid. Terapkanlah Disetiap Pembelajaran Anak.

Sayangnya, desas-desus tersebut hanyalah rumor yang mungkin saja tidak memiliki bukti kuat. Namun, warga desa tersebut mempercayai desas-desus tanpa bukti tersebut. Melihat hal ini membuat Festinger bingung. Mengapa banyak orang yang mempercayai rumor tersebut?

Akhirnya Festinger menyadari tujuan dari rumor tersebut, yaitu membantu warga menyadari situasi saat itu untuk tetap waspada akan kemungkinan buruk yang akan terjadi suatu saat nanti. Menurut Festinger, hal yang wajar ketika warga desa merasa cemas dan takut saat melihat desa tetangganya mengalami kerusakan yang parah akibat gempa yang terjadi. Namun, warga desa juga menyadari bahwa situasiny saat ini tidak memiliki dampak negatif akibat guncangan kecil dari gempa yang dirasakan mereka. Sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari gempa kecil tersebut.

Menurut Festinger, fenomena ini akibat ketidakkonsistenan antara yang dirasakan oleh warga desa (tidak menghawatirkan dampak gempa saat ini) dengan yang mereka ketahui (dampak gempa yang dahsyat yang terjadi di desa tetangga) mengakibatkan ketegangan psikologis. Dengan kata lain, terdapat dua keyakinan yang bertolak belakang di waktu yanh sama. Sehingga kamu akan bingung memilih meyakini yang mana.

Untuk menguranginya, harus mengubah keyakinan dari salah satu keyakinan tersebut. Seperti memilih untuk meyakini bahwa bencana yang lebih besar akan datang dan berdampak parah bagi keberlangsungan warga desa.

Apa Itu Teori Disonansi Kognitif?

Disonansi kognitif adalah terdapatnya dua keyakinan yang berlawanan yang menyebabkan ketegangan psikologis. Perbedaan keyakinan ini bisa berupa, pemikiran, sikap, rencana, pengetahuan dan perilaku. Menurut Festinger, setiap orang memiliki keinginan yang kuat dan konsisten untuk menjadi motivasi dalm bertindak.

Namun, jika keinginan tersebut tersebut tidak konsisten atau terdapat dua pemikiran yang berbeda dalam menghadapi satu situasi. Maka yang terjadi adalah ketidaknyamanan dan ketegangan psikologis. Sehingga, kamu akan berusaha mengurangi ketidakkonsistenan tersebut.

Secara bahasa, unsur kognitif yang bertentangan disebut “disonan”, sedangkan unsur kognitif yang selaras disebut “konsonan”. Disonan ini sering kita alami dalam hidup kita. Kita sering dilema dengan situasi yang harus kamu putuskan.

Contoh Disonansi Kognitif Di Kehidupan Nyata

Salah satu contoh yang paling sering dialami adalah memulai hidup sehat tapi masih belum bisa lepas dengan makanan junk food. Mungkin kamu memiliki keinginan untuk hidup sehat di tahun ini. Keyakinan ini cukup kuat untuk kamu lakukan. Namun, setiap kali merasa lapar, kamu terus memikirkan makanan junk food yang menggiurkan dari pada makanan sehat yang kebanyakan memiliki rasa yang tidak enak.

Perasaan tersiksa antara keinginan untuk hidup sehat dan memakan makanan junk food terus terngiang di kepalamu. Keyakinan yang lebih kuat, yang akan menang untuk menentukan keputusan yang diambil pada situasi tersebut. Keyakinan yang berlawanan ini disebut disonansi kognitif.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi David Paul Ausubel Dan Pembelajaran Bermakna.

Perbedaan situasi setiap orang juga menentukan pilihan yang kamu ambil. Ketika kamu memiliki kondisi kesehatan yang buruk, seperti obesitas. Maka, keinginan untuk makan junk food akan memiliki dapak yang cukup serius bagi kesehatannya. Bahkan hingga mempertimbangkan dampak terburuk yang akan terjadi, seperti kematian ata memperparah penyakitnya. Karena itu mereka cenderung memilih makan makanan sehat dari pada makan makanan junk food.

Beda lagi jika situasi kamu tidak memiliki penyakit serius. Maka akibat dari makan junk food hampir tidak ada bagimu dan cenderung memilih junk food saat keinginan tersebut sangat kuat. Kamu akan mengabaikan dampak negatif junk food itu dan memilih memakannya.

Disonansi Kognitif ini juga berkaitan dengan keyakinan beragama dan pemahaman yang dianutnya.

Artikel oleh: Logos Indonesia.