Logos Indonesia – Siapa nih di antara kita yang merencanakan pernikahan di usia muda atau mungkin sudah memutuskan untuk melangkah pada pelaminan muda? Nah, tapi tahukah kamu bahwa beberapa pernikahan muda terkadang cepat berakhir dengan perceraian? Nah, dalam artikel santai ini, kita akan mengupas tentang 6 penyebab nikah muda cepat cerai. Yuk simak!
1. Belum Matang Secara Emosional
Tidak ada yang salah dengan pernikahan muda, tapi apakah kamu sudah benar-benar matang secara emosional untuk mengarungi bahtera rumah tangga? Kita tahu bahwa usia muda umumnya sarat dengan keberanian, semangat, dan sedikit kegilaan. Kamu merasa siap menghadapi dunia, dan itu hebat! Tapi perlu kita ingat, pernikahan bukanlah soal petualangan saja.
Kematangan emosional sangat penting dalam menjalani laman pernikahan. Mengapa? Karena rumah tangga adalah sebuah kumpulan dinamika yang terus bergerak dan berganti. Mulai dari perubahan mood pasangan, kabar buruk yang datang, konflik, dan masih banyak lagi. Kita harus mampu mengendalikan emosi kita, memandang situasi secara objektif, dan membuat keputusan dengan emosi yang stabil.
Baca Artikel Kami Lainnya: Inilah 5 Pesan Tersirat Sebelum Melakukan Bunuh Diri
Perceraian biasanya berawal dari ketidakmampuan menyelesaikan masalah-masalah kecil ini. Kamu tiba-tiba merasa lelah, frustrasi. Kemudian kamu kehilangan kendali emosi dan mulai berteriak, berantem, dan membuat keputusan impulsif. Nah, disinilah kematangan emosional berperan.
Dengan kematangan emosional, kamu bisa belajar untuk tidak bereaksi secara berlebihan atas setiap konflik yang muncul. Kamu dapat mengekspresikan perasaan dan pendapatmu dengan cara yang lebih konstruktif. Lebih penting lagi, kamu dapat memahami dan menghargai perasaan dan pendapat pasanganmu.
2. Ekonomi yang Belum Stabil
Mungkin kita merasa bahwa cinta adalah satu-satunya hal yang perlu kita miliki untuk membuat pernikahan berhasil. Sayangnya, itu tidak sepenuhnya benar. Bukan untuk menjadi materialistis, tapi kestabilan ekonomi memainkan peran penting dalam pernikahan yang harmonis.
Pernikahan usia muda seringkali terjadi di saat kita masih mencoba mencari pijakan di dunia kerja. Mungkin kita masih kuliah, baru lulus, atau baru memulai karier kita. Dalam situasi seperti ini, kondisi ekonomi kita mungkin belum stabil. Kita mungkin merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika nanti sudah ada anak.
Kestabilan ekonomi bukan hanya soal mampu menyewa rumah, tapi dapat juga melibatkan hal-hal kecil. Seperti membeli susu formula untuk anak, tagihan listrik, dan bahkan uang untuk liburan bersama. Ketidakstabilan ekonomi dapat memicu stres dan ketegangan dalam rumah tangga. Bayangkan, sepulang kerja, bukannya bisa santai, kamu dan pasangan malah harus pusing memikirkan untuk membayar tagihan apa bulan ini.
Lebih jauh lagi, jika kestabilan ekonomi belum tercapai. Maka perencanaan keuangan jangka panjang seperti tabungan pendidikan anak, dana pensiun, atau investasi lainnya akan terhambat. Apa jadinya jika kehidupan yang kita bangun bersama berantakan karena masalah finansial?
3. Tekanan Lingkungan
Saat kamu merasa siap untuk menikah muda, selalu ada pertanyaan yang muncul. Teman-temanmu mungkin mulai menanyakan, “Sudah siap membangun keluarga?”, “Sudah cukup matang secara emosional?”, “Bagaimana dengan karier?”. Bahkan, bisa jadi kamu mendengar komentar negatif atau merasa dilihat dengan pandangan miring.
Tekanan dari luar ini, percayalah, dapat memiliki efek buruk pada psikologis kamu dan keseimbangan rumah tangga. Alih-alih memberikan ruang untuk tumbuh dan belajar sebagai pasangan baru, kamu malah dibebani dengan rasa cemas dan ketidakpastian. Oleh karena itu, penting untuk merasa yakin dan siap, tidak hanya secara personal, tapi juga dalam menghadapi tekanan dari lingkungan.
4. Belum Siap Menghadapi Tanggung Jawab
Pernikahan tidak hanya tentang menghabiskan waktu bersama atau liburan yang romantis. Ada sejumlah tanggung jawab nyata dan signifikan yang datang dengan pernikahan. Kamu harus belajar membagi waktu antara pekerjaan, rumah tangga, keluarga baru, dan jika kamu berencana memilikinya, anak-anak.
Belum lagi ada tanggung jawab menjaga hubungan baik, mencari pekerjaan yang stabil, menciptakan suasana harmonis di rumah, dan mengatur kegiatan sehari-hari. Semua tanggung jawab ini bisa menjadi beban berat jika kamu belum benar-benar siap. Maka, sebelum melangkah lebih jauh, yuk kita berdiskusi dan belajar lebih dalam lagi tentang setiap aspek tanggung jawab dalam pernikahan.
5. Perselisihan Sepele
Berselisih dengan pasangan adalah hal yang normal, tapi jika selisih paham kecil bisa membuatmu marah dan berantem, mungkin kamu perlu berpikir dua kali. Menikah berarti kamu akan tinggal bersama dengan pasangan, dan dengan itu datang kebiasaan, sikap, dan kepribadian seseorang. Kamu tidak akan selalu setuju dengan pasanganmu, dan itu tidak masalah.
Yang penting adalah bagaimana kamu dapat menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut tanpa harus berakhir dalam pertengkaran besar. Bisa jadi, pada awalnya kamu merasa terganggu oleh cara pasanganmu menggantung handuk, atau mungkin sebaliknya. Pasanganmu merasa terganggu oleh kebiasaanmu meletakkan sepatu sembarangan. Intinya, apakah kamu siap untuk menerima bahwa pasanganmu tidak sempurna, dan begitu juga dirimu? Apakah kamu bisa meredam emosi, meletakkan ego, dan berusaha membuat keputusan yang mendukung kedua belah pihak?
6. Tidak Ada Waktu Untuk Diri Sendiri
Menikah pada usia muda berarti kamu akan menghabiskan banyak waktu bersama pasanganmu. Tapi ingat, meskipun sekarang kamu adalah seorang suami/istri, kamu juga perlu waktu untuk diri sendiri. Kamu masih perlu melakukan hal-hal yang kamu sukai, hal yang bisa membuatmu relaks, mungkin membaca buku favorit, pergi berbelanja, atau berolahraga.
Ada kecenderungan bahwa setelah menikah, seseorang lupa untuk merawat dirinya sendiri karena dia terlalu fokus pada pasangan dan keluarganya. Jaga keseimbangan. Kamu bisa menghabiskan waktu berkualitas bersama pasanganmu. Namun jangan sampai lupa bahwa kamu juga perlu waktu sendiri. Masih ada kehidupan di luar pernikahan. Dan itu sama pentingnya dengan kehidupan rumah tangga.
Jadi, dahulukan kebutuhanmu sendiri terlebih dahulu, agar kamu bisa memberi yang terbaik untuk pasangan dan keluarga.
Baca Artikel Kami Lainnya: 5 Cara Meminimalisir Dampak Melukai Diri Sendiri yang Berujung Pada Bunuh Diri
Artikel oleh: Logos Indonesia.