Logos Indonesia – Destruktif Obedience merupakan kepatuhan seseorang untuk bertindak untuk melakukan kekerasan atau perintah yang buruk.
Dalam pembahasan sebelumnya kita telah membahas bahwa destruktif obedience dilakukan oleh orang yang berkuasa atas tindakanmu. Sehingga faktor utama terjadinya destruktif obedience adalah perintah dari orang yang berkuasa.
Baca Artikel Kami Lainnya: Holocaust Disebut Destruktif Obedience, Sikap Patuh Melakukan Kejahatan.
Jika orang yang berkuasa tersebut memerintahkan kamu bertindak seharusnya. Maka hal tersebut tidak masalah bagimu untuk melakukannya. Tapi bagaimana jika orang tersebut memerintahkan kamu untuk melakukan hal yang buruk terhadap orang lain ataupun melakukan hal yang buruk terhadap dirimu sendiri? Apakah kamu tetap ingin mematuhi perintah tersebut atau menolaknya?
Kondisi ini merupakan kondisi yang sulit diputuskan untuk seorang yang tidak memiliki kuasa atas tindakan tersebut. Perasaan dilema dan tertekan atas kedua pilihan tersebut membuat dirinya semakin frustasi menghadapinya.
Kamu tidak bisa menolak perintah tersebut karena berasal dari orang yang berkuasa. Namun di sisi lain kamu tidak ingin melakukan hal tersebut karena mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh untuk dilakukan.
Jika kamu menyanggupi permintaan tersebut maka itu disebut destruktif obedience. Namun kamu tidak harus mematuhi perintah tersebut jika menganggap hal tersebut tidak harus kamu lakukan. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi patuh terhadap orang lain.
Apa Saja Faktor-faktor Terjadinya Obedience?
Menurut Baron, Branscombe, dan Byrne (2008) mengelompokkan menjadi empat faktor yang menyebabkan kepatuhan seseorang atau obedience. Berikut ini adalah keempat faktor yang menyebabkan seseorang cenderung patuh terhadap orang lain.
Faktor Individu Yang Berpikir Bahwa Dirinya Tidak Berhak Bertanggung Jawab
Seseorang yang menjalankan perintah orang lain menganggap bahwa tanggung jawabnya merupakan tanggung jawab orang yang memerintahkannya. Sehingga dirinya melepas tanggung jawab untuk mengakui kesalahannya setelah melakukan kejahatan.
Sebagai contoh ketika kamu diperintahkan oleh atasanmu untuk melakukan korupsi perusahaan. Kemudian kamu melakukannya atas perintah atasanmu itu. Kamu melakukan ini karena menganggap bahwa tindakan kejahatanmu merupakan perintah dari seseorang yang berkuasa.
Sehingga ketika kamu ketahuan melakukan korupsi. Maka kamu akan berdalih bahwa tindakan kejahatan ini merupakan paksaan dan perintah dari seseorang yang lebih berkuasa darimu.
Alasan ini merupakan bukti dari ketidak bertanggung jawab atas tindakanmu sendiri. Atau kamu menganggap bahwa terdapat seseorang yang akan melindungimu atas tindakan yang telah kamu perbuat. Anggapan bahwa orang yang telah memerintahkanmu akan melindungi dirimu.
Faktor Simbol Yang Mengartikan Tingkatan Seseorang
Kita mengetahui bahwa kebanyakan dari kelompok sejarah yang melakukan pembantaian banyak orang ataupun kekerasan kepada orang lain memiliki ciri-ciri yang serupa. Peristiwa sejarah yang menjadi contoh dari bentuk destruktif obedience secara nyata adalah Holocaust, Pembataian kelompok kulit hitam atas kelompok kulit putih, tragedi Semanggi tahun 1998, dan insiden Minas oleh FPI tahun 2008. Semua contoh tersebut memiliki kesamaan yaitu ciri khas kelompok.
Terdapat simbol-simbol yang menunjukkan suatu pangkat seperti seragam, lencana, dan topi yang mengingatkan mereka atas perintah yang diberikan oleh orang yang lebih berkuasa.
Faktor Perintah Gradual
Faktor perintah gradual, berarti perintah yang diberikan kepada seseorang awalnya merupakan perintah yang kecil dan sederhana. Namin, seiring dengan waktu perintah tersebut berubah menjadi makin besar.
Faktor Waktu Yang Terjadi Sangat Cepat
Perintah yang diucapkan oleh oramg yang berkuasa harus dilakukan segera mungkin. Sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan lebih terkait dampak dari tindakannya tersebut. Namun, beberapa orang akan segera menolak jika perintah tersebut melewati prinsip hidup dirinya.
Tentu saja, menolak suatu perintah atasan tidak bisa sembarang. Perlu strategi yang harus kamu perhatikan agar penolakannmu bisa berhasil.
Bagaimana Caranya Menolak Perintah Atasan Yang Memerintahmu Melakukan Kejahatan?
Berikut ini strategi yang harus kamu lakukan untuk menolak perintah atasan yang memerintahmu melakukan hal buruk. Strategi ini berdasarkan faktor obedience yang telah kita bahas.
Pertama, Ingatlah bahwa apa yang kamu lakukan itu merupakan tanggung jawab dirimu sendiri. Jangan buat alasan tindakkanmu ini atas paksaan dan perintah orang lain. Itu hanya membuat dirimu menjadi seorang pengecut.
Kedua, Jika perlu tanyakan kepada temanmu atau orang yang kamu percaya, Apakah perintah tersebut merupakan tindakan kejahatan atau tidak? Kadangkala kamu tidak bisa menentukan hal tersebut baik atau buruk saat menghadapi situasi yang membuat dirimu frustasi dan tertekan.
Ketiga, Sadarilah bahwa perintah yang menggakibatkan orang lain terluka atau dirimu sendiri yang terluka merupakan hal yang tidak boleh kamu lakukan.
Keempat, Periksa kembali motif dari perintah tersebut. Apakah terdapat motif pribadi yang mempengaruhi perintahnya menyakiti orang lain? Apakah perintah tersebut berkaitan dengan pekerjaan yang seharusnya?
Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat Leon Festinger.
Sarwono, Sarlito. W & Meinarno, Eko. A (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Comment