Kamu Susah Berhenti Scrolling Medsos? Pahami Dampak Negatifnya untuk Dirimu

Jangka panjangnya, adiksi ini bisa mempengaruhi kualitas hidup kita, baik dalam pekerjaan, hubungan sosial, maupun kehidupan rumah tangga.

Logos Indonesia – Kamu pasti pernah merasakan saat bekerja atau menikmati waktu luang ketika tiba-tiba iseng membuka aplikasi media sosial. Tanpa sadar kamu hampir tak bisa berhenti dari scrolling ke sana kemari, meresapi konten demi konten yang ada. Tidak terasa berjam-jam pun berlalu. Tentunya kita tidak sendirian dalam masalah ini. Fenomena ini sangat umum terjadi pada pengguna media sosial di seluruh dunia. Kecanduan media sosial seperti ini bisa dikatakan sebagai salah satu tanda bahwa seseorang mengalami adiksi baru di era digital.

Hampir semua orang yang bergabung dalam media sosial pasti pernah merasakan fenomena ini. Sebagai contoh, saat menggunakan Instagram. Kita kadang tak sadar sudah menghabiskan waktu untuk melihat foto dan video yang ada dalam beranda atau mengunjungi profil seseorang. Begitu pun dengan Facebook, terdapat berbagai macam konten yang ditawarkan seperti foto, video, artikel, berita, hingga game. Dilengkapi dengan notifikasi yang tak henti muncul. Media sosial membuat kita merasa terhubung dengan teman, keluarga dan hobi kita. Meskipun kadang kita tidak ada agenda tertentu untuk bersosialisasi.

Fenomena ini tentu bukanlah hal yang positif. Terperangkap dalam endless scrolling di media sosial seperti terjebak dalam labirin yang penuh intrik. Banyak orang menganggap hal ini hanya membahayakan waktu yang terbuang sia-sia. Namun sebenarnya masih banyak dampak negatif lain yang perlu kita pahami. Adiksi media sosial semakin bersifat destruktif dan banyak merugikan kita. Lalu, apa saja penyebab fenomena ini dan dampak negatif yang diakibatkannya?

Penjelasan Psikologi Mengenai Fenomena Tersebut

Apa yang terjadi dalam pikiran dan tubuh kita ketika kita terlibat dalam aktifitas berjam-jam di media sosial? Sejatinya, fenomena ini timbul karena sifat psikologi manusia yang memiliki rasa ingin tahu dan ingin selalu terhubung dengan yang lain.” Artinya, kita sebagai manusia memiliki dorongan alami untuk mencari informasi baru dan ingin selalu berinteraksi dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan adanya media sosial yang membuat kita merasa terkoneksi secara terus menerus.

Media sosial merupakan wadah yang memuaskan hasrat tersebut, melalui sistem notifikasi dan konten-konten yang terus berganti. Artinya, media sosial dengan fiturnya dapat memuaskan keinginan kita untuk mendapatkan informasi atau interaksi baru secara terus menerus.

Baca Artikel Kami Lainnya: Eksplorasi Muscle Memory dalam Seni Pertunjukan

Selain itu, munculnya hormon dopamine saat kita mendapatkan apresiasi dari orang lain juga mempengaruhi. Hormon dopamine umumnya terkait dengan sistem kebahagiaan dalam otak kita. Ketika kita merasa dihargai atau mendapatkan respons positif di media sosial, misalnya mendapatkan likes atau komentar. Maka sistem reward dalam otak kita akan melepaskan hormon dopamine yang membuat kita merasa senang dan ingin terus mencari sensasi tersebut.

Terlebih dengan adanya “efek FOMO” (Fear of Missing Out) yang membuat kita merasa perlu menciptakan momen-momen yang tak ingin dilewatkan. FOMO adalah kondisi psikologis dimana seseorang merasa takut melewatkan sesuatu yang penting atau momen yang menarik. Media sosial seringkali memperkuat rasa ini dengan menampilkan kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Momen-momen menarik yang mereka alami, dan hal-hal lain yang memicu rasa FOMO ini. Sehingga kita terpacu untuk terus memantau media sosial dan menciptakan momen serupa dalam hidup kita.

Dampak Negatif Dari Fenomena Tersebut

Dampak negatif dari adiksi media sosial sangat beragam, seperti gangguan tidur, menurunya produktivitas, ketergantungan emosional, dan dampak terhadap kesehatan mental. Artinya, intensitas tinggi dalam menggunakan media sosial dapat merusak kesehatan fisik dan mental pengguna. Beberapa di antaranya adalah.

  • Gangguan tidur. Menghabiskan banyak waktu di media sosial, terutama di malam hari, dapat mempengaruhi kualitas tidur dan pola tidur secara umum.
  • Menurunnya produktivitas. Waktu yang dihabiskan untuk media sosial bisa digunakan untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang lebih produktif. Oleh karena itu, terlalu banyak waktu di media sosial dapat mengganggu produktivitas kita.
  • Ketergantungan emosional. Media sosial seringkali mempengaruhi mood atau emosi kita. Mulai dari senang saat mendapatkan likes atau komentar positif, hingga sedih atau cemas saat melihat orang lain tampak lebih sukses. Ini dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional kita secara negatif.
  • Dampak terhadap kesehatan mental. Penggunaan media sosial yang berlebihan juga telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat stres, depresi, dan kecemasan.

Jangka panjangnya, adiksi ini bisa mempengaruhi kualitas hidup kita, baik dalam pekerjaan, hubungan sosial, maupun kehidupan rumah tangga. Artinya, jika menjadi sebuah kebiasaan jangka panjang, adiksi media sosial dapat merusak kualitas hidup kita dengan beragam cara. Termasuk dampak negatif terhadap karir atau pekerjaan, hubungan dengan orang lain, dan kehidupan pribadi kita di rumah.

Melihat betapa besarnya dampak negatif dari kesulitan berhenti scrolling media sosial, sudah seharusnya kita mulai lebih bijak dalam menggunakan gadget. Dengan mengatur waktu mengakses media sosial. Dengan mengurangi waktu yang terbuang sia-sia, kita bisa lebih fokus pada kegiatan yang bermanfaat. Kemudian mengembangkan diri kita untuk menjadi lebih baik dan sukses.

Jadi, cobalah introspeksi diri dan buatlah jadwal yang efektif dalam menggunakan media sosial. Ingatlah bahwa waktu terbatas dan kita perlu menggunakan waktu dengan bijak agar hidup kita menjadi lebih bermakna dan produktif. Kini saatnya kita kendalikan diri kita sendiri, jangan sampai gadget dan media sosial menguasai kehidupan kita.

Baca Artikel Kami Lainnya: Mengatasi Kebiasaan Buruk Dengan Menerapkan Konsep Muscle Memory
Artikel oleh: Logos Indonesia.

Comment