Apa itu Standar Irresistible Impulse dan Bagaimana Penggunaannya?

Standar Irresistible Impulse untuk menentukan apakah seseorang yang melakukan tindakan kriminal dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak.

Klinis, Sosial4515 Views

Logos IndonesiaApakah kamu pernah mendengar istilah standar Irresistible Impulse? Standar ini adalah standar yang digunakan dalam hukum pidana untuk menentukan apakah seseorang yang melakukan tindakan kriminal dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak. Standar ini berdasarkan pada alasan bahwa seseorang dianggap tidak waras jika ia tidak mampu mengendalikan dorongan untuk melakukan tindakan tersebut karena gangguan mental.

Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu standar Irresistible Impulse. Bagaimana penggunaannya, dan apa contoh-contohnya secara lengkap dalam kehidupan nyata. Dengan memahami istilah hukum dan kaitannya dengan gangguan mental. Maka kita dapat memahami kedua bidang yang berbeda, yaitu bidang hukum dan bidang psikologi dalam satu kasus. Mari kita simak bersama.

Apa itu Standar Irresistible Impulse?

Standar Irresistible Impulse adalah standar yang digunakan dalam hukum pidana untuk menentukan apakah seseorang yang melakukan tindakan kriminal dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak. Standar ini berdasarkan pada alasan bahwa seseorang dianggap tidak waras jika ia tidak mampu mengendalikan dorongan untuk melakukan tindakan tersebut karena gangguan mental.

Standar Irresistible Impulse berbeda dengan standar lain yang digunakan untuk menilai keadaan mental seseorang, seperti standar M’Naghten, standar Durham, atau standar Model Penal Code. Standar Irresistible Impulse lebih berfokus pada ketidakmampuan seseorang untuk menahan diri dari tindakan kriminal, meskipun ia mengetahui bahwa tindakan tersebut salah.

Bagaimana Penggunaan Standar Irresistible Impulse?

Standar Irresistible Impulse digunakan sebagai salah satu bentuk pembelaan dengan alasan ketidakwarasan. Pembelaan ini bertujuan untuk membebaskan seseorang dari hukuman pidana karena ia tidak memiliki kesadaran atau kemauan atas perbuatannya.

Untuk menggunakan standar Irresistible Impulse, seseorang harus membuktikan dua hal:

– Ia menderita gangguan mental yang serius dan kronis, seperti skizofrenia, bipolar, atau psikopatologi.

– Ia tidak bisa menolak atau mengontrol dorongan untuk melakukan tindakan kriminal karena gangguan mental tersebut.

Pembuktian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan bukti-bukti seperti tes psikologis, kesaksian ahli, riwayat medis, atau perilaku sebelum dan sesudah tindakan kriminal.

Contoh Kasus Standar Irresistible Impulse

Berikut adalah contoh standar Irresistible Impulse secara lengkap dalam kehidupan nyata:

Kasus Lorena Bobbitt.

Pada tahun 1994, Lorena Bobbitt memotong penis suaminya, John Wayne Bobbitt, dengan pisau dapur saat ia sedang tidur. Lorena mengaku bahwa ia melakukan hal itu karena tidak tahan dengan kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan suaminya selama bertahun-tahun. Ia juga mengalami gangguan stres pasca-trauma dan depresi. Hakim memutuskan bahwa Lorena tidak bersalah karena alasan ketidakwarasan berdasarkan standar Irresistible Impulse. Hakim menilai bahwa Lorena tidak bisa mengendalikan dorongannya untuk membalas perlakuan suaminya karena gangguan mentalnya.

Kasus R v. Byrne.

Pada tahun 1960, Patrick Byrne mencekik dan memutilasi seorang wanita muda di sebuah hotel di London. Byrne mengaku bahwa ia menderita gangguan seksual yang membuatnya memiliki dorongan yang kuat dan tidak bisa dikendalikan untuk melakukan tindakan kekerasan dan perbuatan cabul terhadap wanita. Hakim memutuskan bahwa Byrne bersalah atas pembunuhan dengan tanggung jawab yang berkurang berdasarkan standar Irresistible Impulse. Hakim menilai bahwa Byrne memiliki kelainan pikiran yang mengurangi kemampuannya untuk menahan diri dari tindakan kriminalnya.

Kasus R v. Martin.

Pada tahun 2000, Tony Martin menembak dan membunuh seorang pencuri yang masuk ke rumahnya di pedesaan Inggris. Martin mengaku bahwa ia bertindak dalam keadaan membela diri dan propertinya dari ancaman pencuri. Martin juga mengalami gangguan paranoid yang membuatnya merasa takut dan curiga terhadap orang lain. Hakim memutuskan bahwa Martin bersalah atas pembunuhan dengan tanggung jawab yang berkurang berdasarkan standar Irresistible Impulse. Hakim menilai bahwa Martin tidak bisa mengontrol dorongannya untuk menembak pencuri karena gangguan mentalnya.

Refleksi Diri dari Standar Irresistible Impulse

Setelah membaca artikel ini, kamu mungkin bertanya-tanya apakah kamu pernah mengalami dorongan yang tidak bisa kamu kendalikan untuk melakukan sesuatu yang salah. Jika kamu merasa demikian, kamu perlu mencari bantuan profesional dari psikolog atau dokter jiwa.

Jangan merasa malu atau bersalah karena memiliki dorongan tersebut. Dorongan tersebut bukan berarti kamu adalah orang jahat atau tidak normal. Dorongan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stres, trauma, atau penyakit fisik.

Baca Artikel Kami Lainnya: Bagaimana Cara Mengetahui Self-Healing Apa yang Cocok untuk Dirimu?

Kamu juga perlu menyadari bahwa kamu memiliki tanggung jawab atas tindakanmu. Kamu harus menghormati dan mematuhi hukum yang berlaku di negara ini. Kamu juga harus menghargai hak dan kewajiban orang lain yang terlibat dalam tindakanmu.

Hukum Irresistible Impulse adalah hukum yang adil dan manusiawi. Hukum ini memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi orang-orang yang menderita gangguan mental. Namun, hukum ini juga memberikan batasan dan konsekuensi bagi orang-orang yang menyalahgunakan gangguan mental sebagai alasan untuk melakukan tindakan kriminal.

Baca Artikel Kami Lainnya: Gangguan Psikologis Histeria dan Fenomena Kesurupan di Indonesia.

Artikel oleh: Logos Indonesia.