Konformitas dan Empati yang Menular: Bagaimana Konformitas Bisa Mempengaruhi Tingkat Empati Seseorang?

Apa pendapat kamu tentang konformitas dan empati? Konformitas dan empati adalah dua hal yang mewarnai kehidupan sehari-hari kita.

Sosial1824 Views

Logos IndonesiaApa pendapat kamu tentang konformitas dan empati? Kata-kata ini mungkin terdengar seperti istilah akademis yang rumit. Tapi percaya atau tidak, konformitas dan empati adalah dua hal yang mewarnai kehidupan sehari-hari kita. Mereka membentuk bagaimana kita berinteraksi satu sama lain dan berkontribusi pada dinamika sosial yang kita rasakan setiap hari.

Konformitas adalah saat kita mengikuti pola yang sudah ada. Entah itu aturan atau norma, untuk merasa ‘fit in’ dengan lingkungan sekitar. Sementara itu, empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tanpa sadar menunjukkan konformitas dan empati. Misalnya, kamu mungkin merasa perlu untuk menyukai film atau musik populer hanya karena teman-temanmu menyukainya. Atau kamu mungkin merasa sedih ketika teman dekatmu sedang sedih, itulah empati.

Baca Artikel Kami Lainnya: Apakah Boleh Selalu Mengikuti Kata Hati? Kenali Dampaknya

Sejatinya, konformitas dan empati bukan dua konsep yang berdiri sendiri. Mereka memiliki hubungan yang saling mempengaruhi.

Apa sih hubungan antara merasa perlu ‘menyukai apa yang disukai orang lain’ dengan ‘merasakan perasaan orang lain’? Kok bisa ada kaitannya? Nah, di sinilah kita akan membahasnya.

Analisis Hubungan Antara Konformitas dan Empati

Konformitas dan empati dihubungkan oleh mimikri sosial, sebuah fenomena di mana kita secara alami mencerminkan perilaku orang lain. Ketika kita mengikuti mode pakaian yang sedang tren. Misalnya, kita sebenarnya sedang berkonformitas. Dan ketika kita melihat teman kita sedih, kita juga bisa merasa sedih. Itulah empati dalam aksi.

Secara umum, konformitas dan empati saling memperkuat. Misalnya, ketika kita melihat teman kita membantu orang lain. Kita mungkin akan merasakan dorongan untuk melakukan hal yang sama. Kami memberikan ‘iuran sosial’ karena kami merasa empati terhadap situasi orang tersebut dan ingin berkonformitas dengan norma sosial untuk membantu.

Bagaimana Konformitas Bisa Mempengaruhi Tingkat Empati Seseorang atau Sebaliknya

Uniknya lagi, konformitas dan empati bisa saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, situasi sosial di mana konformitas sangat dihargai bisa mendorong kita untuk lebih empatik. Kita ingin merasa ‘termasuk’ dan ‘diterima’. Jadi kita cenderung lebih peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kita bisa menyesuaikan perilaku kita dengan mereka.

Sebaliknya, jika kita adalah orang yang sangat empatik, kita mungkin lebih mudah untuk berkonformitas. Kita senang merasakan dan memahami perasaan orang lain, yang berarti kita sangat baik dalam menyesuaikan diri kita dengan lingkungan sekitar.

Jadi, ternyata konformitas dan empati saling berkaitan dan dapat mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dalam masyarakat.

Empati yang Menular

Empati tidak hanya membantu kita memahami orang lain, tetapi empati juga bisa ‘menyebar’ ke orang-orang di sekitar kita.

Empati yang menular adalah fenomena di mana kita merasakan empati terhadap orang lain, yang kemudian mempengaruhi orang-orang di sekitar kita untuk merasakan empati juga. Singkatnya, empati yang menular adalah semacam ‘efek domino’ yang membantu menyebarkan rasa peduli dan pengertian dalam kelompok atau masyarakat.

Bagaimana Empati Bisa “Menular” dalam Suatu Kelompok atau Masyarakat?

Empati bisa menular karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Ketika kita melihat seseorang menunjukkan empati kepada orang lain, kita merasa terinspirasi dan ingin menirunya. Misalnya, saat kamu melihat temanmu mendengarkan dengan baik ketika seseorang bercerita tentang masalahnya, kamu jadi ingin melakukan hal yang sama ketika berinteraksi dengan orang lain.

Selain itu, empati yang menular juga dapat terjadi melalui cerminan empati. Cerminan empati adalah ketika kita melihat seseorang merasa senang atau sedih, kita pun merasa senang atau sedih juga. Ketika kamu merasakan empati terhadap orang lain, orang di sekitar kamu juga menjadi lebih mudah untuk ‘menangkap’ perasaan tersebut, dan akhirnya berujung pada empati yang menular.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Empati

Penularan empati bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

  1. Kedekatan hubungan: Orang yang memiliki hubungan yang lebih erat, seperti pasangan atau sahabat, lebih mungkin untuk mengalami empati yang menular. Kita merasa lebih mudah untuk terhubung dengan mereka, jadi kita cenderung lebih empatik.
  2. Model peran: Orang yang kita anggap sebagai panutan atau otoritas, seperti orangtua, guru, atau pemimpin, bisa mempengaruhi proses penularan empati. Ketika mereka menunjukkan perilaku empatik, kita menjadi lebih mudah menerima dan menirunya.
  3. Norma sosial: Dalam lingkungan di mana nilai-nilai seperti peduli, pengertian, dan dukungan ditekankan, empati lebih mungkin menular. Inilah kekuatan dari norma sosial.
  4. Situasi dan lingkungan: Situasi atau peristiwa tertentu bisa memicu penularan empati, seperti bencana alam atau krisis sosial. Saat kita melihat orang yang terkena dampak, kita menjadi lebih empatik dan ingin membantu.

Jadi, itulah empati yang menular dan bagaimana fenomena ini bisa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Semakin kita mengerti akan hal ini, semakin kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan peduli satu sama lain.

Baca Artikel Kami Lainnya: Bagaimana Jika Kamu Selalu Menentang Kata Hatimu?

Artikel oleh: Logos Indonesia.

Comment