Pandangan Psikologi Evolusioner Terhadap Pendidikan Anak

Pandangan psikologi evolusioner terhadap pendidikan anak menekankan pada faktor lingkungan yang mampu memperlemah disposisi negatif alamiah.

Logos Indonesia Tokoh psikologi yang dominan mengenai psikologi evolusioner adalah Bolles. Dalam pandangan psikologi evolusioner terhadap pendidikan, menyadari bahwa terdapat kecenderungan disposisi negatif secara alamiah muncul akibat evolusi untuk mempertahankan eksistensi diri. Namun dalam psikologi evolusioner juga dijelaskan bahwa manusia juga mampu mempelajari hal-hal yang bernilai positif ataupun mengurangi dari disposisi negatif tersebut.

Dari sini, faktor lingkungan menjadi sangat penting untuk menghambat seseorang bersikap agresif satu sama lain ataupun saling berprasangka buruk. Salah satu faktor lingkungan yang bisa diterapkan untuk menghambat disposisi negatif itu adalah dengan adanya aturan budaya dalam lingkungan setempat dan penerapan pendidikan yang baik.

Pandangan Psikologi Evolusioner Tentang Pendidikan

Psikologi evolusioner tidak memiliki teknik khusus untuk mengajarkan pembelajaran secara spesifik. Psikologi evolusioner merupakan teknik umum yang dilakukan untuk kurikulum pendidikan. Teori yang sesuai dengan penerapan psikologi evolusioner tentang pendidikan adalah teori Thorndike dan Piaget.

Pandangan Thorndike mengenai pendidikan bahwa anak-anak seharusnya diajari ketika mereka sudah siap untuk mempelajarinya cukup sesuai dengan psikologi evolusioner dalam membuat kurikulum pendidikan secara umum. Namun terdapat perbedaan pandangan Thorndike dan psikologi evolusioner yaitu jenis belajar yang ditekankan berbeda antara milik Thorndike dan pengaplikasian psikologi evolusioner.

Dalam psikologi evolusioner menjelaskan bahwa manusia berevolusi dan memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri untuk mempertahankan eksistensinya. Disposisi negatif seperti Xenophobia dan agresif mungkin saja dimiliki oleh setiap orang. Disposisi negatif ini dapat dihambat melalui pembelajaran yang berasal dari faktor kultural. Artinya, pembuatan kurikulum, aktivitas sekolah, pengaruh budaya setempat, dan pola asuh orang tua harus disusun sedemikian rupa untuk melemahkan kecenderungan disposisi negatif tersebut.

Baca Artikel Kami Lainnya: Apa Itu Xenophobia Dan Dampaknya Bagi Pendidikan Anak.

Menurut psikologi evolusioner, disposisi negatif seperti sikap agresi dan mementingkan diri sendiri secara alami akan muncul ketika tidak di kontrol dari lingkungan maupun diri sendiri. Karena itu faktor kultural atau lingkungan tempat seseorang tumbuh haruslah bisa melemahkan tendensi alamiah itu.

Jadi, selama masyarakat mampu menghargai satu sama lain, mau bekerja sama, salin toleransi dengan perbedaan yang ada, dan mampu mengontrol sikap agresi pada dirinya. Semua itu mampu melemahkan seseorang untuk bersikap mementingkan diri sendiri, berprasangka buruk dan bersikap agresif satu sama lain.

Salah satu penerapan dari pandangan psikologi evolusioner terhadap pendidikan anak adalah dengan mengajari mereka cara bertindak yang baik dan memberitahukan bahwa perilakunya itu salah ketika mereka bertindak salah. Kabar baiknya adalah Kita sebagai manusia juga mampu belajar hal-hal yang baik dan dinilai positif dari pembelajaran yang ada di lingkungan atau budaya setempat.

Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Singkat John Garcia Dan Efek Garcia.

Sebagai contoh, dalam pembelajaran di sekolah kita mempelajari beberapa bahasa untuk mengajarkan bahwa perbedaan bahasa itu adalah sesuatu hal yang baik. Selain itu, selama proses pembelajaran di sekolah berlangsung, anak mungkin harus bekerja sama dengan teman yang berbeda dengan dirinya untuk bisa menyelesaikan tugas dari gurunya.

Dengan memahami pandangan psikologi evolusioner tentang pendidikan ini, para pendidik selalu diingatkan untuk menghindari “nothing butism”, yaitu prestasi anak didasarkan pada gen ataupun lingkungan saja. Menurut psikologi evolusioner, baik itu faktor genetik ataupun lingkungan turut mempengaruhi prestasi anak selama pembelajaran.

Psikologi evolusioner memang tidak memberikan cara untuk mengatasi masalah terkait prasangka buruk atau sikap agresif seseorang. Tapi yang jelas psikologi evolusioner ini memberikan jawaban mengapa hal itu terjadi. Menurut Barash (1979), terdapat banyak sekali ketidakadilan di dunia ini. Kita selalu memperbaiki hal tersebut terus-menerus seiring dengan waktu. Dengan sosiologi mampu membantu kita untuk mengidentifikasi akar dari ketidakadilan itu yaitu adanya dominasi pria, terdapat rasisme dan lainnya. Disposisi negatif tersebut dapat dipahami secara biologis dan evolusioner tentang siapa diri kita sebenarnya.

Kontribusi Psikologi Evolusioner

Ketika membahas psikologi evolusioner, maka kita akan membahas mengenai perbedaan proximate eksplanations dan ultimate explanations tentang perilaku. Proximate eksplanation merupakan kondisi deprivasi dari stimulus lingkungan yang dapat diamati kontingensi penguatan dan sejarah belajar organisme. Sedangkan ultimate explanation merupakan pembentukan perilaku yang didasari oleh kiri bawaan ataupun hasil dari seleksi alam.

Namun ketika ditelaah lebih dalam mengenai psikologi evolusioner, maka kebanyakan dari teori belajar ini lebih menekankan pada proximate eksplanation dan kurang bahkan mengabaikan mengenai ultimate eksplanation. Hal ini didukung dengan yang dikatakan oleh Garcia (1977), bahwa Bolles, sebagai tokoh h psikologi evolusioner melangkah lebih maju dibandingkan Tolman. Terdapat faktor evolusi yang membentuk spesies berdasarkan peta kontekstual dan kesan Indra yang dapat diamati.

Boulton dan Fanselow (1997) memberikan kontribusi terhadap teori Bolles untuk mengembangkan teori Bolles. Menurut Boulton dan Fanselow (1997), pendekatannya ini lebih bersifat molar ketimbang atomistis. Bolles menekankan pada pendekatan purposive Tolman. Bolles mempertimbangkan perilaku dan tujuan evolusi untuk menghasilkan kecenderungan seseorang berperilaku.

Baca Artikel Kami Lainnya: Penerapan Efek Garcia Pada Kehidupan Sehari-hari.

Sedangkan menurut Plotkin (1998), dengan adanya psikologi evolusioner ini, bukan berarti membuat tugas parasiplok lebih mudah. Tapi, penjelasan yang diberikan mungkin lebih kompleks ketimbang sebelumnya. Hal ini karena ketika seleksi alam dikaitkan dalam penjelasan kausal, maka penjelasan yang dihasilkan akan lebih kompleks karena sebab yang tidak lenyap.

Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2008). Teori Belajar, Edisi Ketujuh. Prenadamedia Group: Jakarta.

Artikel oleh: Logos Indonesia.

Comment