Kenali 5 Bentuk Distorsi Kognitif yang Sering Terjadi dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam artikel ini, kita akan membahas lima bentuk distorsi kognitif yang paling sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari.

Logos Indonesia – Sebelum kita mulai, kita akan membahas apa itu distorsi kognitif? Istilahnya mungkin terdengar rumit dan sedikit menakutkan. Tapi sebenarnya distorsi kognitif hanyalah istilah yang digunakan oleh para psikolog untuk menggambarkan pola pikir yang tidak salah atau ‘terdistorsi’. Pikiran kita, meski luar biasa dalam mengolah informasi, kadang-kadang bisa membuat kesalahan. Sehingga kita percaya pada hal-hal yang tidak sepenuhnya benar atau logis. Distorsi kognitif adalah cara pikiran kita menyimpang dari realitas dan menyajikan sesuatu yang salah.

Baca Artikel Kami Lainnya: Mitos dan Fakta Mengenai Sindrom Tourette

Jadi, mengapa penting bagi kita untuk mengenal distorsi kognitif dan mengerti bagaimana cara kerjanya? Menyadari kecenderungan kita untuk mengalami distorsi kognitif bisa membantu kita lebih memahami diri sendiri dan meningkatkan kualitas hidup kita. Apa yang ada di pikiran kita memiliki dampak besar pada bagaimana kita melihat dunia. Seperti mengambil keputusan, dan berinteraksi dengan orang lain. Jadi, saat kita mulai mengetahui bahwa pikiran kita mungkin sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu. Maka kita jadi bisa lebih berhati-hati dan tidak mudah terjebak dalam pola pikir yang tidak realistis atau merugikan.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lima bentuk distorsi kognitif yang paling sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan melihat apa itu, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana kita dapat mengenalinya dan menanganinya dengan lebih baik. Mari kita mulai pengenalan kita tentang distorsi kognitif.

Pengertian Distorsi Kognitif

 

Secara singkat, distorsi kognitif adalah cara pikiran kita yang kadang ‘ngeyel’ dan enggak mau ngelihat keadaan apa adanya. Pikiran kita kadang memutarbalikkan fakta atau situasi menjadi sesuatu yang kurang tepat. Bahkan, kadang jauh dari kenyataannya. Jadi, kalau kamu pernah merasa yakin sesuatu itu buruk, padahal faktanya enggak seburuk itu. Maka kamu mungkin mengalami distorsi kognitif.

Dalam kehidupan sehari-hari, distorsi kognitif bisa muncul dalam berbagai bentuk dan situasi. Misalnya saat kita membesar-besarkan sesuatu sampai jauh dari kenyataannya. Atau saat kita hanya fokus pada hal-hal negatif dan melupakan hal-hal positif. Jadi, distorsi kognitif ini menyangkut cara kita memandang dan memproses informasi. Dari cara kita menginterpretasikan pikiran dan perasaan kita sendiri. Kemudian, ke cara kita memberikan makna kepada peristiwa yang terjadi di sekitar kita.

Jenis-jenis Distorsi Kognitif

Berikut ini jenis-jenis  distorsi kognitif ini.

1.     Pikir Hitam-Putih (All-or-Nothin Thinking)

Terkadang kita semua cenderung melihat dunia dalam istilah yang hitam atau putih, benar atau salah, bagus atau buruk. Itu normal. Tapi kita perlu ingat bahwa sebenarnya kehidupan penuh dengan berbagai nuansa abu-abu. Pikir hitam-putih adalah distorsi kognitif yang membuat kita lupa tentang itu.

Misalnya, kamu membuat kue manis untuk teman-temanmu. Tapi, ini pertama kalinya kamu mencoba resep baru dan kue itu ternyata agak keras. Lalu, kamu berpikir, “Aduh, aku memang ga bisa masak deh!”. Padahal, kamu mengabaikan semua makanan lain yang berhasil kamu buat dan teman-temanmu suka.

Jadi, tips yang bisa kamu coba untuk mengatasi ini adalah dengan memulai menilai diri dan orang lain secara lebih adil. Bukan hanya hitam dan putih, beberapa hal mungkin berada di tengah-tengah.

2.     Berlebihan dan Menyepelehkan (Overgeneralization)

Berlebihan atau menyepelehkan, atau dalam bahasa kesehariannya kita sering bilang “lebay”. Terjadi ketika kita melihat sebuah peristiwa negatif sebagai pola kegagalan tak berujung yang tidak mungkin diubah.

Contoh sederhananya: Kamu melamar kerja, tapi tidak diterima. Kamu kemudian berpikir, “Hidupku selamanya akan terombang-ambing tanpa pekerjaan. Ini pasti karena aku nggak punya bakat kerja.” Padahal, bisa jadi kamu hanya perlu sedikit latihan wawancara atau mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan passionmu.

Tipsnya, cobalah untuk menghindari mengambil keputusan berdasarkan satu peristiwa saja. Dan coba untuk melihat pola yang lebih besar. Bagaimana kita bisa belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut.

3.     Mental Filtering

Nah, jika pikir hitam-putih dan berlebihan adalah soal melihat terlalu negative. Maka mental filtering bisa dibilang sebagai hal yang mirip. Dalam distorsi kognitif ini, kamu hanya melihat informasi negatif dan mengabaikan yang positif.

Anggap saja kamu baru saja mengikuti rapat penting di kantor. Kamu merasa sudah berbicara dan berkontribusi cukup banyak. Tapi saat evaluasi, bosmu mengkritik satu poin yang menurutnya perlu diperbaiki. Kemudian kamu langsung merasa seakan-akan semuanya tidak berarti.

Cara mengatasinya adalah dengan mengingatkan diri sendiri bahwa kritikan adalah bagian dari proses belajar. Dan membiarkan diri kita merayakan pencapaian dan hal-hal positif lainnya.

4.     Lebih Banyak Percaya Pada Perasaan Dibanding Fakta (Emotional Reasoning)

Pada kondisi ini, kita cenderung lebih mempercayai emosi kita dibandingkan fakta yang ada. Misalnya, saat kamu merasa sedih dan meyakinkan diri sendiri bahwa kamu adalah orang yang buruk. meskipun tidak ada bukti yang mendukung perasaan itu.

Agar keluar dari pola pikir ini, cobalah untuk memberikan jarak antara emosi dan perasaanmu dengan aksi dan keputusanmu. Emosi adalah bagian penting dari pengalaman manusia, tapi mereka tidak selalu mencerminkan kenyataan objektif.

5.     Meremehkan Hal Positif (Discounting the Positive)

Ini adalah suasana hati yang membuat kita tidak menghargai pencapaian dan kesuksesan kita. Contohnya, kamu mendapat nilai A dari ujian, tapi kemudian berpikir, “Ah, itu cuma soal yang mudah. Itu nggak membuktikan aku pintar atau berbakat.”

Tipsnya cukup sederhana, yaitu jangan terlalu keras pada diri sendiri. Setiap usaha dan kesuksesan, kecil maupun besar, berhak untuk dirayakan. Kita semua belajar dan tumbuh di kecepatan kita masing-masing. Jadi, beri dirimu tepuk tangan atas usaha dan kemajuanmu.

Baca Artikel Kami Lainnya: Hubungan Sindrom Tourette dan Gangguan Pengendalian Gerak

Artikel oleh: Logos Indonesia.