Logos Indonesia – Terapi Gestalt merupakan terapi yang memiliki elemen humanistik dan eksistensial. Pelopor dari terapi gestal adalah Frederich S, Perls. Sama halnya dengan pendapat Rogers bahwa manusia pada dasarnya memiliki kebaikan dan hal tersebut harus diekspresikan dengan dirinya sendiri. Karena itu para terapis gestalt dan juga humanistik, lebih menekankan pada sisi kreativitas dan ekspresif manusia. Karena itu juga, terapi gestalt berpusat pada masa kini, bukan permasalahan yang telah terjadi di masa lalu.
Baca Artikel Kami Lainnya: Perls, Tokoh Psikologi Yang Memusatkan Pada Masa Kini.
Perbedaan pandangan antara terapi gestalt dan psikoanalisis ini sangat terlihat. Jika terapi gestalt memusatkan pada pemahaman dan penerimaan diri pada saat ini. Sedangkan terapi setelah analisis lebih memusatkan pada faktor pengalaman masa lalu yang mengakibatkan permasalahan saat ini. Tujuan dari terapi gestalt adalah membantu pasien memahami dan menerima kebutuhan, hasrat dan ketakutan yang ada pada dirinya. Kemudian meningkatkan kesadaran atas permasalahannya dari diri sendiri untuk mencapai tujuan dan pemuasan kebutuhan.
Berbeda dengan pandangan psikoanalisis. Menurut teori gestal, permasalahan yang belum terselesaikan di masa lalu akan mempengaruhi bagaimana kita berhubungan dengan seseorang di masa kini. Karena itu, kita tidak perlu berurusan dengan masa lalu dan memfokuskan diri pada keadaan saat ini. Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai terapi gestal dan teknik terapi gestal yang umum dilakukan oleh terapis gestalt.
Apa Itu Terapi gestalt?
Terapi gestalt adalah terapi yang menggunakan pandangan teori gestalt dalam mempraktekkan terapinya. Teori gestalt ini lebih memfokuskan pada saat ini tanpa menggali masa lalu si klien. Karena menurut teori gestalt, yang terpenting bagi hidup lain adalah kondisinya saat ini.
Kamu pasti bertanya-tanya. Bagaimana jika permasalahan hidup seseorang itu berkaitan dengan masa lalu orang itu? Jawabannya adalah jika kamu memusatkan pada mencari penyebab di masa lalu. Maka yang sedang kamu lakukan dianggap sebagai upaya melarikan diri dari tanggung jawab untuk membuat pilihan di masa kini. Kamu memilih menghindari pilihan yang kamu harus putuskan saat ini demi masa Lalu. Alhasil, Kamu akan kehilangan kesempatan di masa kini.
Teknik-Teknik Terapi Gestalt
Terdapat lima teknik terapi gestal yang banyak digunakan dalam terapis gestalt, yaitu I-language, kursi kosong, memerhatikan kalimat non verbal, dan penggunaan metafora. Dalam memaknai terapi gestal ini kamu harus menyadari bahwa, Dirimu bukanlah tawanan dari masa lalu yang sudah menyiksamu hingga saat ini. Kamu bebas memutuskan pilihanmu mengenai keberadaanmu saat ini. Menjadi diri yang berbeda dari dirimu di masa lalu.
Pandangan optimis selama sesi terapi gestalt ini, membantu klien untuk berubah menjadi lebih baik. Menurut Perls, bertanggung jawab pada diri sendiri jauh lebih penting dibandingkan untuk berkomitmen pada orang lain. Bahkan Perls sendiri tidak digambarkan sebagai seseorang yang bertanggung jawab terhadap orang lain. Perls juga tidak menekankan komitmen pada orang lain kepada pasiennya.
Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menjaga dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Sikap egosentrisme ini sangat jelas ditunjukkan dalam terapi Perls. Bagi seseorang yang memiliki nurani sosial dan memiliki komitmen dengan orang lain di masa lalu, tentu saja merasa terganggu dengan pandangan tersebut. Walaupun begitu, Perls tetap berpegang teguh pada pandangannya.
I-Language
Teknik dengan menggunakan kata “saya” di setiap pembahasan mengenai permasalahannya mendorong seseorang untuk bertanggung jawab pada masa kini dan masa depannya. Terapis akan memberi instruksi kepada pasien untuk selalu menggunakan kata “saya” dalam menggambarkan apa yang ia rasakan. Hal tersebut membantu pasien menyadarkan diri, bahwa dirinya harus mengubah situasi itu, bukan pasrah dengan keadaan.
Sebagai contoh ketika pasien mengatakan dirinya mendengar suara dalam dirinya sedang menangis. Maka terapis memberikan instruksi untuk mengatakan bahwa dirinya sedang menangis.
Kursi Kosong
Teknik kursi kosong ini mampu memproyeksikan perasaan pasien melalui seseorang, objek atau situasi yang digambarkan dalam Kursi kosong itu. Teknik kursi kosong ini terdiri dari dua kursi, di mana pasien akan duduk di kursi tersebut secara bergantian sebagai media interaksi dengan dirinya sendiri dan perasaannya saat itu. Jadi, pasien akan berbicara atau meluapkan emosinya dengan kursi yang kosong itu. Kursi yang kosong itu akan dianggap sebagai seseorang, perasaannya atau suatu situasi yang menggambarkan permasalahannya.
Baca Artikel Kami Lainnya: Mengenal Tes Rorschach, Tes Proyektif Yang Paling Terkenal.
Sebagai contoh, pasien yang membenci ibu kandungnya karena suatu alasan. Dirinya akan duduk di salah satu kursi. Kemudian kursi satunya lagi sengaja dikosongkan, bayangkan terdapat ibu pasien yang sedang duduk di kursi kosong itu. Sehingga pasien bisa mengungkapkan semua perasaannya pada kursi kosong tersebut sebagai dirinya sendiri. Setelah selesai mengungkapkan semua emosinya pada kursi kosong tersebut. Pasien diminta untuk berpindah tempat kursi yang dianggap sebagai ibunya dan berpikir seperti ibunya dalam berbicara. Proses ini terus berulang hingga menemukan kesadaran diri terhadap permasalahannya.
Memerhatikan Kalimat Non Verbal
Menurut Perls, omongan yang diucapkan oleh pasien sebagian besar adalah kebohongan dan omong kosong belaka. Karena itu untuk meminimalisir hal tersebut diperlukan pengamatan pada bahasa non verbal pasien. Dengan mengamati gestur tubuh, ekspresi wajah, gerakan tangan, kecepatan bicara dan lainnya tidak akan berbohong mengenai perasaan si pasien.
Baca Artikel Kami Lainnya: Apa Itu Dyslexia? Kesulitan Mengenali Beberapa Kata Untuk Dibaca.
Davison, G. C., Neale, J. M., Kring, A. M. (2017). Psikologi Abnormal Edisi Ke-7. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Artikel oleh: Logos Indonesia.
Comment