Logos Indonesia – Pelitian terbaru yang dilakukan oleh Vicky Tzuyin Lai, Jos van Berkum and Peter Hagoort menunjukkan bahwa saat kita berada di suasana hati yang negatif, kita lebih mudah menemukan ketidakkonsistenan bahasa saat sedang membacanya.
Penelitian ini berjudul, ” Negative Affect Increases Reanalysis Of Conflicts Between Discourse Context And World Knowledge” yang dipublikasikan pada tanggal 14 December 2022. Penelitian ini berasal dari University of Arizona yang berfokus pada perhatian terhadap hal yang detail dan cara otak memproses bahasa.
Hubungan Suasana Hati Negatif Dengan Pemikiran Analitis
Dilansir dari Sci Tech Daily, penelitian tersebut, Vicky Lai sebagai asisten profesor psikologi dan ilmu kognitif di University Arizona. Mereka bekerja sama dengan para peneliti di Belanda untuk menyelidiki perbedaan cara otak merespons bahasa ketika seseorang berada dalam suasana hati yang positif dengan suasana hati yang negatif.
Dari hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara suasana hati dan bahasa pada jaringan otak. Menurut Lai, walaupun bagian otak yang bertugas dalam mengatur suasana hati dan bahasa memiliki jaringan yang berbeda. Kita juga harus memahami bahwa setiap bagian fungsi otak memang berbeda-beda, Tapi semua hal tersebut diproses di satu otak yang sama.
Penjelasan mengenai hasil penelitian ini adalah ketika seseorang berada dalam suasana hati yang negatif. Mereka lebih menekankan pada sikap berhati-hati dan analitis. Jadi ketika seseorang dihadapkan pada suatu bacaan. Dirinya akan lebih menganalisis bacaan tersebut.
Kemudian, Lai dan rekan-rekannya memulai percobaan dengan memanipulasi suasana hati para peserta dengan menonton film bernuansa sedih (Sophie’s Choice) dan acara lucu (Friends). Untuk mengetahui suasana hati mereka saat sebelum dan sesudah menonton, dilakukanlah survei emosi yang dirasakan. Survei tersebut menunjukkan acara lucu tidak mempengaruhi suasana hati peserta. Tapi film sedih mampu mempengaruhi suasana hati mereka menjadi lebih negatif.
Kemudian para peserta mendengarkan serangkaian cerita yang berisi kalimat kritis melalui rekaman audio yang memiliki nuansa emosional netral. Kalimat kritis Ini akan ditampilkan pada satu waktu di layar komputer. Sedangkan pada saat itu juga, para peneliti memantau gelombang otak para peserta menggunakan EEG.
Baca Artikel Kami Lainnya: Berapa Banyak Emosi Yang Kita Miliki?
Misalkan dalam salah satu percobaan, para peserta disajikan sebuah cerita tentang mengemudi di malam hari melalui rekaman audio. Dalam cerita audio tersebut terdengar, “dengan lampu menyala, kamu dapat melihat lebih banyak”.
Sedangkan percobaan lainnya didengarkan audio cerita tentang melihat bintang. Di mana kalimat kritis yang terdengar adalah, “dengan lampu menyala, kamu dapat melihat lebih sedikit”. Walaupun dalam konteks cerita, kata kritis tersebut adalah hal yang umum terjadi. Tapi kalimat tersebut secara umum tidak sesuai dengan konsep yang diketahui banyak orang.
Sehingga percobaan selanjutnya, para peneliti menukar kalimat kritis itu pada dua cerita tersebut. Jadi cerita tentang mengemudi di malam hari, akan menggunakan kalimat,” dengan lampu menyala kamu dapat melihat lebih sedikit”.
Bagaimana Otak Bereaksi?
Para peneliti menemukan bahwa suasana hati yang negatif menunjukkan jenis aktivitas otak yang berkaitan dengan analisis ulang seperti memfokuskan diri pada hal yang lebih detail dan mengoreksi. Para peserta akan melakukan dua kali percobaan selama 2 minggu dalam kondisi suasana hati yang negatif dan suasana hati yang positif. Selama satu minggu akan disajikan cerita yang sama dengan suasana hati yang berbeda-beda setiap harinya.
Para partisipan memberikan respon yang berbeda ketika diberikan cerita yang sama sesuai dengan kondisi emosional mereka. Ketika berada di suasana hati yang sedih, mereka menjadi lebih analitis.
Banyak orang yang menganggap bahwa suasana hati seperti pemarah akan cenderung menghasilkan hal yang negatif saja seperti lebih banyak makan es krim, bersifat kompulsif, berbicara sesukanya dan lain sebagainya.
Namun jika kita ubah sudut pandang kita mengenai suasana hati negatif juga mampu memberikan hal yang bermanfaat. Meyakini bahwa segala sesuatu memiliki sisi negatif dan positifnya. Tidak selalu berpatokan pada sesuatu yang kaku. Maka kamu akan melihat sisi positif dari sesuatu yang buruk. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.
Begitulah cara menafsirkan penelitian ini mengenai terdapat sisi positif dari suasana hati yang buruk. Sebagai informasi tambahan, para partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semuanya perempuan. Sehingga untuk memperkaya ilmu pengetahuan kedepannya dengan topik yang sama bisa dilakukan menggunakan partisipan laki-laki maupun partisipan laki-laki dan perempuan.
Jadi apakah hari saat ini suasana harimu sedang buruk? Maka kamu bisa langsung membuktikan hasil penelitian ini. Cobalah ambil bacaan buku teks yang ada di dekatmu dan bacalah selagi suasana hatimu sedang sedih.
Comment