Psychology of Marketing: Bagaimana Iklan ‘Merayu’ Kita?

Lalu, kenapa sebenarnya kita bisa begitu 'terpesona' oleh iklan? Jawabannya ada pada 'Psychology of Marketing'.

Biopsikologi, Sosial2853 Views

Logos Indonesia – Pernahkah kamu merasa ‘terpukau’ oleh suatu iklan hingga akhirnya membeli produk yang diiklankan? Atau malah membelanjakan uang lebih dari yang seharusnya hanya karena tergiur oleh penawaran ‘menarik’ tersebut? Kalau iya, kamu tidak sendiri. Kebanyakan dari kita pasti pernah berada di posisi tersebut. Lalu, kenapa sebenarnya kita bisa begitu ‘terpesona’ oleh iklan? Jawabannya ada pada ‘Psychology of Marketing’.

Mari kita bahas lebih dalam lagi apa itu ‘Psychology of Marketing’. Dan bagaimana ia bisa membuat kita mudah tergiur oleh iklan. Yuk, simak pembahasan berikut!

Apa Itu Psychology of Marketing?

‘Psychology of Marketing’ atau psikologi pemasaran adalah studi yang mengkaji tentang bagaimana konsep dan prinsip psikologi dipakai dalam strategi pemasaran. Prinsip ini melibatkan pemahaman terhadap bagaimana konsumen berpikir, membentuk pilihan, dan bagaimana pengaruh berbagai faktor dapat mempengaruhi keputusan mereka.

Psikologi pemasaran bukan semata-mata ‘trik’ untuk membuat konsumen membeli lebih banyak. Sebaliknya, konsep ini juga membantu para pemasar menciptakan produk atau layanan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi, sebenarnya ini adalah win-win solution bagi kedua belah pihak.

Mengapa Kita Mudah Tergiur Iklan?

Ada beberapa faktor yang membuat kita mudah tergiur oleh iklan. Beberapa faktor tersebut antara lain social proof, scarcity effect, commitment and consistency, dan authority.

Social Proof

Fenomena ini terjadi ketika kita melihat banyak orang yang sudah mencoba dan puas dengan suatu produk. Hal tersebut membuat kita yakin bahwa produk tersebut bagus dan layak dicoba.

Contohnya, suatu brand skincare membuka pre-order untuk produk terbaru mereka. Dalam iklan tersebut, mereka menunjukkan testimoni dari beberapa beauty blogger populer yang telah mencoba dan merasa puas dengan produk tersebut. Menggunakan testimoni dari beauty blogger merupakan bentuk dari social proof. Karena para beauty blogger ini memiliki pengikut yang banyak dan dianggap kredibel dalam memberikan rekomendasi produk skincare.

Scarcity Effect

Scarcity effect atau efek kelangkaan. Saat kita melihat iklan bertuliskan “limited stock” atau “promo berakhir malam ini”. Maka kita jadi merasa harus segera membeli agar tidak kehabisan atau kehilangan kesempatan mendapatkan harga diskon.

Sebagai contoh, situs belanja online menampilkan banner besar di halaman utama yang mengumumkan bahwa penjualan tahunan mereka akan berakhir dalam 24 jam. Mereka juga mencantumkan jumlah stok yang tersisa untuk produk-produk tertentu. Hal ini menciptakan efek kelangkaan atau scarcity effect: orang merasa perlu membeli segera sebelum stok habis atau penjualan berakhir.

Commitment and Consistency

Commitment and consistency Ini terjadi saat kita melihat suatu iklan berulang-ulang. Kita jadi terbiasa dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk tersebut.  Sebagai contoh, sebuah perusahaan makanan cepat saji sering melempar iklan tentang burger terbaru mereka saat jam makan. Mereka memilih waktu yang sama setiap hari untuk menayangkan iklan tersebut. Dalam beberapa hari, beberapa orang yang sering melihat iklan tersebut akhirnya memutuskan untuk mencoba burger baru itu. Hal ini dikenal sebagai prinsip commitment and consistency. Dimana orang-orang cenderung melakukan sesuatu yang konsisten dengan apa yang telah mereka lakukan atau dengar sebelumnya.

Contoh lainnya, perusahaan kopi lokal merilis program langganan bulanan. Dimana pelanggan bisa mendapatkan satu cangkir kopi gratis setiap harinya jika berlangganan. Setelah pelanggan sudah terbiasa dengan kopi tersebut, mereka kemudian akan lebih cenderung untuk tetap di tempat tersebut. Atau mereka merasa aneh jika suatu hari tidak mendapatkan kopi mereka. Ini adalah contoh dari prinsip commitment and consistency.

Authority

Jika endorser iklan adalah orang yang kita percaya, kita akan lebih yakin dan cenderung akan membeli produk tersebut. Sebagai contoh, Sebuah perusahaan supplement menampilkan seorang dokter terkenal dalam iklan mereka. Dokter tersebut merekomendasikan produk supplement tersebut dan meyakinkan bahwa supplement tersebut aman dan efektif. Kekuatan iklan ini berasal dari konsep authority. Dimana orang cenderung lebih percaya dan mengikuti saran dari seorang ahli atau tokoh terkemuka dalam bidangnya.

Contoh lainnya, sebuah brand pasta gigi menampilkan seorang dokter gigi dalam iklan mereka. Dokter gigi tersebut merekomendasikan pasta gigi brand tersebut dengan mengatakan bahwa ini adalah pasta gigi yang ia gunakan secara pribadi. Dan ia juga merekomendasikan kepada pasiennya. Hal ini adalah contoh penerapan prinsip authority dalam iklan.

Tahukah Kamu? Kamu Bisa Lebih Bijak!

Mengerti ‘rahasia’ di balik iklan tentunya bisa membuat kita lebih bijaksana dalam mengambil keputusan belanja. Kita perlu ingat, kita belanja untuk memenuhi kebutuhan, bukan karena tergoda oleh iklan, ya!

Iklan memang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Namun, kita harus terus belajar untuk lebih bijak dan selektif. Jadi, tetap kritis dan pikirkan baik-baik sebelum membeli sesuatu!

Kita semua bisa menjadi konsumen yang cerdas! Selalu pikirkan apakah kita memang benar-benar membutuhkan produk tersebut atau hanya tergoda oleh iklan. Cermatlah dalam memilih dan belilah sesuai dengan kebutuhan. Semoga pembahasan dari artikel ini bisa membuat kita semakin bijak dalam berbelanja. Sehingga kita tidak sampai terjebak dalam konsumsi yang berlebihan.

Baca Artikel Kami Lainnya: Apakah ENFJ dan INFJ Lebih Rentan Menjadi Emosional Sponge?
Baca Artikel Kami Lainnya: Menyeimbangkan “Emosional Sponge” Menjadi Lebih Stabil

Artikel oleh: Logos Indonesia.

Comment