Logos Indonesia – Harry Stack Sulivan, merupakan tokoh psikologi yang lebih menekankan pada hubungan interpersonal. Karena itu teorinya didasari oleh interpersonal antar manusia. Sullivan merupakan psikiatri pertama dari Amerika Serikat yang mengembangkan teori kepribadian.
Menurut Sullivan kepribadian merupakan sesuatu pola yang cenderung menetap dan berulang di setiap situasinya. Pola yang cenderung menetap ini, dapat berupa tingkah laku, reaksi terhadap situasi, merespon orang lain dan hal lainnya. Kemudian, pola tersebut menjadi ciri khas orang tersebut.
Baca Artikel Kami Lainnya: Pandangan B. F. Skinner Sebagai Pelopor Behavioristik.
Inti dari teori Sullivan adalah interaksi sosial mempengaruhi cara kita untuk mempersepsikan diri, mempersepsikan orang lain dan adaptasi terhadap situasi. Bahkan menurut Sullivan, bayi ketika masih bayi pun kita membutuhkan interaksi sosial, khususnya pada ibu. Karena itu setiap orang bergerak atas hubungan interpersonalnya. Bahkan ketika kamu sedang sendirianpun, pasti yang muncul dalam pikiranmu adalah hubungan antara interaksi dengan orang lain, baik itu terkait emosional maupun tingkah laku.
Walaupun teorinya sangat kental dengan hubungan interpersonal. Tapi Sullivan tidak menolak adanya faktor hereditas dalam proses pembentukan kepribadian seseorang. Sullivan berpendapat bahwa ciri khas manusia adalah interaksi sosial. Dari situ, secara perlahan pengalaman dari interaksi sosial mengubah fungsi fisiologis organisme menjadi organisme sosial.
Setelah mengetahui pandangan dasar dari teori Sullivan. Mari kita bahas lebih dalam mengenai struktur kepribadian yang diusulkan oleh Sullivan.
Struktur Kepribadian Sullivan
Sullivan menegaskan bahwa struktur kepribadian seseorang itu bersifat dinamis. Karena itu, konsep mengenai id, ego dan super ego yang statis, yang diusung oleh Sigmund Freud, tampaknya menjadi tidak selaras dengan pandangan Sullivan. Struktur kepribadian Sullivan meliputi dinamisme, personifikasi, sistem self, dan proses kognitif.
Secara umum struktur kepribadian ini lebih menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dirinya dan orang lain di sekitarnya melalui pengalaman masa lalunya. Kemudian, ketika sudah mengembangkan gambaran tentang diri sendiri dan orang lain. Maka, kita membentuk membentuk cara mengatasi rasa cemas di masa mendatang.
Baca Artikel Kami Lainnya: Viktor Frankl, Mencari Makna Hidup Di Kamp Konsentrasi Nazi.
Sama halnya dengan pandangan para tokoh psikologi lainnya, bahwa pengalaman masa kanak-kanak khususnya masa bayi, memiliki pengaruh yang besar terhadap struktur kepribadian di masa dewasa. Begitu juga dengan Sullivan yang memandang bahwa pengalaman masa bayi yang buruk atau baik akan mempengaruhi gambaran terhadap dirinya di masa dewasa. Berikut ini adalah struktur kepribadian dari Sullivan.
Dinamisme
Dinamisme adalah pola tingkah laku yang khas pada setiap individu yang bersifat menetap dan berulang di segala situasi yang ia temui. Secara sederhana, dinamisme adalah perilaku berulang atau kebiasaan yang menjadi ciri khas orang tersebut. Seperti dinamisme ketakutan anak yaitu anak yang bersembunyi di belakang ibunya setiap ada sesuatu yang ia takuti.
Dinamisme juga tidak hanya dihubungkan dengan interaksi antar individu ataupun gambaran diri sendiri. Melainkan dinamisme juga dapat melayani kebutuhan kepuasan organisme yang melibatkan bagian tubuh kita. Seperti dinamisme makan yang melibatkan mulut dan otot leher untuk memuaskan kebutuhan rasa lapar. Intinya adalah dinamisme adalah perilaku berulang dan menetap.
Personifikasi
Personifikasi adalah gambaran mengenai diri sendiri dan orang lain. Gambaran ini diperoleh dari pengalaman masa lalu yang menyenangkan atau yang menakutkan. Menurut Sullivan, Ketika seseorang memiliki hubungan interpersonal ketika masa kecilnya itu menyenangkan, maka akan mengembangkan gambaran diri yang positif. Sebaliknya, Ketika seseorang memiliki pengalaman hubungan interpersonal di masa kecilnya menimbulkan kecemasan, maka akan mengembangkan gambaran diri yang negatif. Menurut Sullivan terdapat tiga jenis personifikasi, yaitu gambaran tentang diri saya yang baik (good-me), gambaran tentang diri saya yang buruk (bad-me) dan gambaran bukan saya (not-me).
Good Me. “Good me” ini didasarkan pada pengalaman menyenangkan pada masa kanak-kanak. Pengalaman tersebut seperti terpenuhi semua kebutuhan secara fisiologis maupun emosional yang diberikan oleh ibunya.
Maksudnya adalah ketika kebutuhan atas rasa kasih sayang antara bayi dan anak itu terpenuhi, maka ketika dewasa cenderung mengembangkan gambaran diri yang positif.
Bad Me. Sedangkan “bad me“, didasarkan pada pengalaman yang menyakitkan atau menimbulkan kecemasan di masa kanak-kanaknya. Pengalaman tersebut seperti tidak terpenuhinya fisiologis ataupun kasih sayang dari orang tuanya. Mereka yang mengembangkan gambaran “Bad Me“, biasanya lebih banyak mengalami rasa lapar, terisolasi, dan diabaikan oleh orang tuanya. Artinya, Ketika seseorang di masa kanak-kanaknya memiliki pengalaman yang buruk, maka ketika dewasa cenderung mengembangkan gambaran diri yang buruk.
Not Me. Lain halnya dengan “not me“, yang didasarkan pada pengalaman yang sangat menakutkan di masa kanak-kanak. Seperti, mengalami kekerasan fisik ataupun mental yang menimbulkan rasa traumatik yang mendalam. Pengalaman tersebut kemudian tidak dimasukkan ke dalam gambaran diri, melainkan terpisah dan ditekan ke alam bawah sadar kita. Karena hal tersebut merupakan pengalaman yang tidak diakui oleh diri kita secara sadar.
Sistem Self
Sistem self ini sudah muncul pada bayi usia 12 -18 bulan, Di mana mereka sudah mampu untuk belajar mengamati tingkah laku dan dapat mengurangi rasa cemas. Sistem self merupakan cara kita untuk menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan gambaran diri kita atau yang kita yakini. Terdapat empat cara sistem self, yaitu disosiasi (menolak), Inatensi (tidak memperdulikannya atau memfokuskan masalah tersebut), Apati (menyerahkan semua permasalahan kepada pihak luar), dan Pertahanan tidur (somnolet detachment).
Baca Artikel Kami Lainnya: Biografi Karen Horney, Teori Psikoanalisis Sosial.
Alwisol. (2009). Edisi Revisi: Psikologi Kepribadian. UMM Press
Artikel oleh: Logos Indonesia.