Tanda-Tanda dan Siklus Intergenerational Trauma

Intergenerational trauma bisa terjadi dalam berbagai konteks. Contoh keluarga yang telah mengalami kekerasan rumah tangga.

Logos Indonesia – Sebagai bagian dari realitas kehidupan, kita semua mengalami trauma yang berdampak pada hidup kita. Tetapi apa yang terjadi ketika trauma ini bukan sekedar hasil dari pengalaman kita sendiri, tapi warisan dari generasi sebelum kita? Ada sebuah fenomena yang disebut intergenerational trauma. Inilah yang menjelaskan trauma yang dialami oleh generasi terdahulu dan diteruskan dalam berbagai cara kepada generasi berikutnya.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Penjelasan Psikologis Mengenai Sikap Galak Saat Di Tagih Utang.

Akan tetapi, Intergenerational Trauma ini tak selalu mudah dikenali. Gejalanya bisa bervariasi, mulai dari harga diri rendah, depresi, kecemasan, insomnia, sampai perilaku melukai diri sendiri. Lebih dari itu, Intergenerational Trauma ini dapat terwujud dalam bentuk siklus. Di mana pola dan perilaku dari generasi sebelumnya berpotensi diulang oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mampu mengidentifikasi tanda-tanda dari intergenerational trauma.

Dalam artikel ini, akan berbicara mengenai tanda-tanda intergenerational trauma dan siklusnya. Dengan mengetahui siklus ini, kita bisa menghentikan siklus trauma ini dan mencegahnya berlanjut ke generasi berikutnya. Mari kita mulai dengan membahas mengenai tanda-tanda yang mungkin muncul sebagai hasil dari intergenerational trauma.

Tanda-Tanda Mengalami Intergenerational Trauma

Intergenerational trauma adalah efek dari peristiwa traumatis yang dialami oleh generasi sebelumnya dan diteruskan ke generasi berikutnya. Berikut ini adalah tanda-tandanya.

Harga Diri Rendah

Harga diri rendah terjadi ketika kita merasa kurang berharga atau tidak mampu dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan. Dampak Intergenerational Trauma, seperti penindasan atau diskriminasi, dapat menyebabkan harga diri rendah. Hal ini dapat menghalangi kita untuk mencapai tujuan dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

Depresi

Depresi merupakan kondisi kesehatan mental di mana kita merasa sangat sedih, putus asa, atau bahkan apatis terhadap situasi sekitar. Orang dengan depresi mungkin menarik diri dari kehidupan sosial dan kehilangan minat dalam hal-hal yang sebelumnya mereka sukai. Depresi adalah konsekuensi umum dari intergenerational trauma, karena pengalaman negatif dari generasi sebelumnya dapat mempengaruhi kondisi emosional kita.

Kecemasan

Kecemasan sering kali terjadi ketika kita merasa khawatir atau cemas menghadapi situasi tertentu. Baik itu situasi yang nyata maupun yang hanya ada dalam pikiran kita. Orang yang mengalami Intergenerational Trauma mungkin merasa cemas sebagai respons terhadap kesulitan yang dialami oleh generasi sebelumnya. Kecemasan ini bisa mempengaruhi keputusan kita, serta kualitas hidup dan kesehatan kita.

Insomnia

Insomnia merupakan gangguan tidur yang menyebabkan kesulitan untuk tidur atau tetap tidur. Hal ini sering kali menjadi gejala umum dari Intergenerational Trauma. Orang yang mengalami insomnia mungkin merasa lelah, kesulitan berkonsentrasi, dan mengalami perubahan suasana hati.

Kemarahan

Kemarahan yang berlebihan atau tidak terkendali bisa menjadi akibat dari intergenerational trauma. Kemarahan ini mungkin ditujukan pada diri sendiri, orang lain, atau kondisi kehidupan yang kita alami. Ketidakmampuan mengelola kemarahan dapat mengakibatkan masalah dalam hubungan kita dengan orang lain, serta menjadi hambatan dalam mencapai tujuan.

Perilaku Melukai Diri Sendiri

Perilaku melukai diri sendiri bisa mencakup berbagai tindakan. Seperti menimbulkan luka pada diri sendiri, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, dan perilaku berisiko atau impulsif. Orang yang mengalami intergenerational trauma mungkin merasa tertekan oleh beban emosional dan menggunakan perilaku ini untuk mengatasi perasaan mereka.

Siklus Intergenerational Trauma

Siklus intergenerational trauma meliputi beberapa tahapan yang berurutan, menciptakan lingkaran yang terus berulang sampai ada intervensi yang efektif untuk menghentikannya.

  1. Peristiwa Traumatis. Peristiwa traumatis, seperti perang, kekerasan, atau penindasan, dialami oleh generasi sebelumnya. Orang yang mengalami peristiwa ini mungkin mengalami dampak emosional jangka panjang, seperti stres pascatrauma atau depresi.
  2. Pengaruh pada Generasi Berikutnya. Trauma yang dialami oleh generasi terdahulu mempengaruhi pola pengasuhan dan komunikasi mereka. Kemudian mengubah cara mereka meresapi nilai-nilai dan sikap dalam kehidupan anak-anak mereka.
  3. Trauma Diwariskan. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh Intergenerational Trauma mungkin mengalami gejala yang sama seperti orang tua mereka. Seperti kecemasan, depresi, atau perasaan terjebak dalam situasi yang sulit.
  4. Penerusan Siklus. Anak-anak yang terpengaruh oleh trauma ini kemudian melanjutkan pola yang sama pada generasi berikutnya. Sehingga menciptakan siklus yang terus berlanjut sampai ada upaya untuk menghentikannya.

Contoh dari Intergenerational Trauma

Intergenerational trauma bisa terjadi dalam berbagai konteks dan memiliki banyak bentuk. Salah satunya adalah kasus yang terjadi pada keluarga korban Holocaust. Dalam hal ini, trauma yang dialami oleh orang-orang yang selamat dari pembantaian Holocaust pada 1940-an telah mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya.

Contoh lain mungkin berasal dari keluarga yang telah mengalami siklus kekerasan rumah tangga. Orangtua yang pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mungkin tidak dapat mendidik anak mereka dalam lingkungan yang aman dan stabil. Atau mungkin tidak mampu membentuk ikatan yang sehat dengan anak mereka. Akibatnya, anak tersebut merasa cemas, memiliki harga diri rendah, atau mengalami depresi. Ketika anak ini dewasa, mereka mungkin meniru siklus kekerasan yang mereka lihat dan alami saat mereka anak-anak. Dan dengan demikian, trauma berlanjut ke generasi berikutnya.

Contoh lain adalah ketika seseorang mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) akibat trauma yang dialami oleh orangtua mereka. Misalnya, veteraan perang yang mengalami PTSD. Ini mungkin menunjukkan gejala-gejala yang sama pada anak mereka, seperti kecemasan, insomnia, dan kemarahan.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Kenapa Kejadian Buruk Lebih Membekas daripada Hal Positif?