Kenapa Kejadian Buruk Lebih Membekas daripada Hal Positif?

Kenapa kejadian buruk lebih membekas daripada hal positif? Hal ini bisa karena pengalaman pribadi, faktor emosional dan lain sebagainya.

Sosial1920 Views

Logos Indonesia – Setiap orang pernah mengalami momen baik dan buruk dalam hidupnya. Namun, seringkali kita merasa bahwa hal buruk lebih melekat dalam ingatan daripada momen-momen positif. Apakah kamu pernah bertanya-tanya mengapa peristiwa negatif cenderung mengambil alih perasaan dan pikiran kita dalam waktu yang lebih lama? Dalam artikel ini akan mengupas lebih jauh mengenai fenomena tersebut. Fenomena tersebut disebut sebagai bias negativity. Berikut adalah beberap alasan dirimu melakukan bias negativity.

Sifat Insting Manusia

Untuk memahami mengapa kita cenderung mengalami bias negativity, kita perlu melihat ke sejarah nenek moyang manusia. Saat manusia hidup di alam liar, mereka menghadapi banyak ancaman dan bahaya. Seperti predator, penyakit, dan kelangkaan makanan. Dalam kondisi seperti itu, memiliki insting untuk lebih fokus pada hal-hal yang berpotensi berbahaya adalah hal yang bisa menyelamatkan nyawa.

Meskipun zaman telah berubah. Namun sisa-sisa insting survival ini tetap ada dalam diri kita. Kita cenderung lebih hati-hati dan waspada terhadap hal-hal negatif. Karena pada akhirnya, itu adalah cara manusia untuk merasa aman. Dalam realita saat ini, menemukan kejelekan orang lain dapat menjadi rasa aman untuk diri sendiri. Karena merasa dirinya lebih baik dari orang tersebut.

Evolusi Otak Manusia

Otak kita juga berperan dalam mengatur bagaimana kita menyimpan dan mengakses memori.  Bagian otak yang terlibat dalam mengelola emosi (seperti amigdala) memiliki peran penting dalam membentuk bias negativitas.

Ketika kita mengalami emosi negatif, amigdala bekerja lebih intens. Dan membuat kita lebih mudah mengingat hal-hal yang terkait dengan emosi tersebut. Hal ini bisa menjelaskan mengapa kita cenderung “terpaku” pada kenangan buruk. Ataupun sulit melupakan peristiwa yang traumatis.

Kemudian, dengan mengenang lebih lama pengalaman buruk, hal tersebut memberikan pelajaran berharga bagi kita. Di sinilah peran otak mencatat peristiwa negatif sebagai cara untuk mengajarkan kita agar lebih berhati-hati. Dan menghindari potensi bahaya atau risiko di masa mendatang.

Dampak Emosi Yang Lebih Kuat

Momen buruk cenderung memicu reaksi emosional yang lebih kuat dibandingkan momen baik. Emosi negatif seperti kekecewaan, amarah, atau rasa takut. Emosi negatif itu biasanya lebih intens dan lebih lama terasa daripada perasaan positif. Seperti kebahagiaan atau kegembiraan.

Pengaruh Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial juga berperan dalam membentuk bias negativitas. Dalam beberapa kasus, kita dapat terpengaruh oleh orang-orang di sekitar kita yang memperkuat aspek negatif dalam situasi tertentu. Jika lingkungan kita cenderung pesimis atau selalu mengeluh. Maka kita pun dapat terbawa suasana tersebut. Sehingga ikut merasakan bias negativitas.

Selain itu, lingkungan sosial juga berperan dalam membentuk bias negativitas dalam diri kita. Kritikan atau cemoohan dari teman, keluarga, atau bahkan dari diri kita sendiri. Hal itu bisa membuat kita lebih fokus pada kekurangan dan kegagalan yang kita alami.

Karena itu, lingkungan yang seringkali membanding-bandingkan kita dengan orang lain juga dapat memperkuat bias negativitas. Saat kita merasa tidak sebanding dengan prestasi atau penampilan orang lain. Maka kita merasa lebih buruk tentang diri kita sendiri.

Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi yang pernah kita alami juga berperan dalam menciptakan bias negativitas. Ketika kita pernah mengalami kegagalan, penolakan, atau kekecewaan. Kita akan lebih sensitif terhadap situasi serupa di masa depan. Hal ini dapat membuat kita lebih fokus pada kemungkinan hal buruk yang akan terjadi lagi. Kita tidak bisa berpikir mencari sisi positifnya ataupun solusi untuk mengatasinya.

Pengalaman traumatis atau negatif dalam hidup kita juga dapat menyebabkan kita lebih terpengaruh oleh bias negativitas. Kejadian-kejadian traumatis meninggalkan bekas emosional yang mendalam. Sehingga bisa terus-menerus terbayang dalam ingatan kita.

Ketika kita mengalami sesuatu yang buruk, otak kita cenderung mengkonsolidasikan ingatan tersebut dengan lebih kuat. Akibatnya, ingatan tentang hal-hal buruk menjadi lebih tajam. Sehingga memori tersebut lebih mudah diakses dibandingkan dengan kenangan tentang momen-momen baik.

Efek Media Dan Berita Negatif

Media, khususnya media berita, juga memiliki peran dalam meningkatkan bias negativity di dalam diri kita. Ketika kita membuka ponsel atau televisi. Seringkali kita dibanjiri dengan berita-berita negatif seperti bencana, kejahatan, atau konflik. Hal ini membuat kita menjadi terbiasa untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek buruk dalam kehidupan sehari-hari.

Bukan berarti kita harus menghindari berita sama sekali. Tapi penting bagi kita untuk memahami bahwa media seringkali memperkuat bias negativitas kita. Cobalah untuk mencari sumber berita yang lebih positif.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Move On Yuk! Inilah Tandanya Kamu Hidup di Bayang-bayang Masa Lalu

Dalam kehidupan sehari-hari, kita cenderung mengalami bias negativity. Di mana hal buruk lebih membekas daripada hal positif. Fenomena ini dipengaruhi oleh sifat insting manusia, struktur otak, pengaruh lingkungan sosial, dan pengalaman pribadi yang pernah kita alami. Namun, penting untuk menyadari dampak psikologis dari bias negativitas ini agar kita dapat menghadapinya dengan bijak.

Salah satunya dengan mengubah pola pikir dari negatif ke positif. Hal ini memang tidak mudah tetapi patut kita coba. Cobalah untuk fokus pada aspek positif dalam setiap situasi. Dan melihat pelajaran berharga dari momen-momen buruk. Sehingga kita mampu membangun pandangan yang lebih optimis dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Kenapa Kamu Merasa Tidak Cukup Produktif Saat Memiliki Banyak Pekerjaan?

Artikel oleh: Logos Indonesia.