Intergenerational Trauma: Pengaruhnya Dalam Keluarga

Intergenerational Trauma dapat berdampak menciptakan lingkungan penuh kemarahan dan suasana kesendirian serta kekosongan.

Logos Indonesia – Trauma antar generasi, atau intergenerational trauma, adalah fenomena di mana trauma yang dialami oleh individu dalam satu generasi. Hal ini dapat mempengaruhi generasi berikutnya dalam sebuah keluarga. Trauma ini dapat berdampak dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, termasuk menciptakan lingkungan penuh kemarahan dan suasana kesendirian serta kekosongan. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih detail tentang trauma ini dan bagaimana dampaknya dalam keluarga.

1.    Lingkungan Penuh Kemarahan

Salah satu dampak dari trauma antar generasi adalah menciptakan lingkungan yang penuh dengan kemarahan. Ketika seseorang mengalami trauma, emosinya bisa sangat labil dan sulit dikendalikan. Akibatnya, orang tersebut mungkin sering kali marah dan bereaksi secara berlebihan terhadap situasi sehari-hari.

Dalam konteks keluarga, ini berarti orang tua yang mengalami trauma mungkin terus-menerus marah. Baik kepada pasangannya maupun anak-anaknya. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini, sering kali mengalami ketidaknyamanan. Karena merasa takut, dan menjadi sulit dalam menjalin hubungan dekat dengan orang tua.

Contoh dari dampak trauma antar generasi yang menciptakan lingkungan penuh kemarahan. Situasi dalam sebuah keluarga di mana salah satu orangtua. Misalnya sang ayah, mengalami penganiayaan fisik dan emosional dari orangtuanya sendiri ketika masih kecil.

Masa Kecil Sang Ayah

Sang ayah tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak aman. Ia sering kali menjadi sasaran kemarahan orangtuanya tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini membuat sang ayah merasa takut dan kesepian. Akibatnya menciptakan trauma yang akan mempengaruhi interaksi dalam keluarga sendiri di kemudian hari.

Dampak Pada Kehidupan Keluarga saat Ayah Dewasa

Ketika sang ayah kemudian membentuk keluarga sendiri. Maka, masa kecil yang traumatis tersebut mulai mempengaruhi bagaimana ia berinteraksi dengan pasangan dan anak-anaknya. Ayah menjadi lebih mudah marah, bahkan dalam situasi yang seharusnya tidak marah. Misalnya, ketika seorang anak yang masih kecil tidak sengaja menjatuhkan makanan di lantai, ayah bisa langsung marah dengan volume suara yang tinggi dan bahasa yang kasar.

Dalam situasi ini, kemarahan ayah bukanlah sebuah reaksi wajar terhadap kejadian tersebut. Melainkan merupakan gejala dari trauma yang ia alami sebelumnya. Oleh karena itu, kemarahan ini menjadi bagian dari lingkungan keluarga. Yang berarti anak-anaknya mulai mengalami dampak dari trauma yang sama.

Dampak Trauma pada Anak-anak

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kemarahan ini sering kali mengembangkan rasa takut yang berlebihan. Dirinya merasa kurang aman, dan sulit menjalin hubungan yang dekat dengan orangtua mereka. Hal ini akibat mereka terbiasa melihat kemarahan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Dan tidak bisa memahami emosi tersebut secara sehat. Selain itu, mereka juga berisiko mengalami masalah dalam hubungan interpersonal di masa depan. Seperti, kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat dengan pasangan atau anak-anak mereka sendiri.

Dalam contoh ini, kita bisa melihat bagaimana trauma antar generasi dalam bentuk lingkungan penuh kemarahan berdampak pada anggota keluarga. Baik secara emosional maupun dalam menjalin hubungan.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Penjelasan Psikologis Mengenai Sikap Galak Saat Di Tagih Utang.

2.    Kesendirian dan Kehampaan

Dampak lain dari trauma antar generasi adalah menciptakan perasaan kesepian dan kehampaan dalam keluarga. Individu yang mengalami trauma merasa terisolasi. Sehingga kesulitan untuk terhubung secara emosional dengan anggota keluarga lainnya. Kondisi ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan bahkan berlanjut ke generasi berikutnya. Akibatnya menciptakan pola perilaku yang terisolasi. Merasa kesepian yang terus berlanjut dalam keluarga.

Sebagai contoh dampak trauma antar generasi yang menciptakan perasaan kesendirian dan kehampaan. Kita akan membahas sebuah keluarga di mana ibu pernah mengalami kehilangan mendalam. Misalnya, kehilangan orang yang sangat dicintai pada masa mudanya.

Masa Lalu Sang Ibu

Ketika sang ibu masih remaja, ia mengalami kehilangan orang yang sangat dicintainya akibat bencana alam. Insiden ini membuatnya merasakan kesedihan yang mendalam hingga berlarut-larut. Akibatnya menimbulkan trauma yang belum terselesaikan. Kehilangan tersebut tidak hanya membuat sang ibu merasa kesepian dan terisolasi. Tetapi juga menciptakan kekosongan yang sulit diisi oleh hubungan yang ia jalin di kemudian hari.

Dampak Pada Kehidupan Keluarga sebagai Orang Dewasa

Ketika sang ibu membentuk keluarga sendiri nanti. Maka trauma yang telah ia alami tersebut membuatnya sulit untuk terhubung secara emosional dengan pasangan dan anak-anaknya. Ia lebih sering memilih untuk menghindari pembicaraan yang bersifat emosional. Terkadang, merasa lebih nyaman untuk menjalani aktivitas seorang diri daripada bersama-sama dengan keluarganya.

Dampak pada Anak-anak

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga ini menjadi merasakan kesendirian dan kehampaan yang sama dengan ibu mereka. Mereka mungkin tidak merasa diperhatikan atau mendapatkan dukungan emosional yang cukup dari ibu mereka. Karena ibu tidak mampu untuk terhubung secara emosional. Akibatnya, mereka mencari cara untuk mengisi kekosongan tersebut dengan menciptakan dunia mereka sendiri. Ataupun menjalin hubungan dengan orang-orang di luar keluarga.

Baca Artikel Kami Lainnya:  Kenapa Kejadian Buruk Lebih Membekas daripada Hal Positif?

Dalam jangka panjang, anak-anak ini berisiko mengalami kesulitan dalam membina hubungan yang mendalam dengan orang lain. Baik dalam kehidupan percintaan, persahabatan, atau keluarga mereka sendiri nantinya. Mereka mungkin menjadi lebih tertutup. Merasa tidak layak menerima cinta, atau kesulitan untuk mengungkapkan perasaan mereka kepada orang lain.